yuk main-main....

Informasi lebih rinci silakan hubungi 08127397697 atau melalui email playonsriwijaya@gmail.com

Senin, 28 November 2011

Selamat Menyelamatkan


Semua berawal saat saya mengirim sebuah foto dalam milis AELI (Asosiasi Experiential Learning Indonesia) di facebook. 

Tak lama, beberapa komentar bernongolan, mulai dari mempertanyakan kejelasan aktivitas di foto, sampai merembet ke urusan safety/ keselamatan proses. Nah, urusaan keselamatan, resiko, dan penyelamatan dalam kegiatan outbound adalah tema kita pada catatan kali ini.
Kita lanjutkan pada diskusi yang menyertai foto tersebut, beberapa komentar yang nggak relevan dengan bahasan sengaja saya hapus supaya nggak mengaburkan konteks.

Langsung saja kita nikmati....

Enda Mulyanto Ini ngapain? Sudah naik di tiang itu terus ngapain?

Agustinus Susanta di atas tiang mengambil kartu data/ informasi yang akan digunakan untuk final project. 1 orang 1 kartu

Enda Mulyanto Waaooo...seru ya? Terus bagaimana dengan keselamatan atau pencegahan kecelakaannya? Apa ada kabel pengaman di atas?
Kalo pake standard keselamatan Amerika pasti harus pake helmet dan sarung tangan. Nanti kelihatannya aturan keselamatan AELI juga mengacu kesana.
Mas Agus, boleh cerita lebih runut seperti apa prosesnya?

Unang Rusnadi kalo di Amerika iya Mas Mul, kalo disini mah enggak juga gak apa-apa kali,, hehehe

Tirtoandayanto Mulyono Rustamadjie prosedur keselamatan nomor satu.....nol kecelakaan,

Syaf Rizal, ‎Unang Rusnadi : komennya ngeeeri kali nih. seakan di INDONESIA ngga punya 'safety awareness'

Soel Winarno semoga komen Kang Unang Rusnadi cuma candaan tentang  penggunaan helmet aja, bukan tentang  standar keselamatan secara umum

Agustinus Susanta Mas Mul, itulah kekurangannya, belum ada perangkat keselamatan yang  memadahi; tidak ada kabel pengaman di atasnya.
Jadi aktivitas ini benar-benar mengandalkan kepercayaan dan energi anggotanya.

Pandri Ferdias agaknya yang  jadi safety rekan setimnya tuh...

Lukman N. Hernawijaya Safety First.....

Unang Rusnadi kan sudah ada standar K3 dari depnakertrans,,, itu juga sudah cukup untuk jadi acuan, ditambah lagi setiap FASEL (insya Allah nama itu akan di pake jika sudah disah kan SKKNI) pasti pernah mendapatkan materi manajemen resiko.

Catatan:
FASEL = Fasilitator Experiential Learning
SKKNI = Sertifikasi Kompetensi Kerja Indonesia

Agustinus Susanta Memang urusan keselamatan (fisik) menjadi relatif untuk beberapa dinamika, maksudnya? gini contohnya dinamika yang ada di foto ini, saya sempat berdebat seru dengan teman satu tim sebelum memainkan dinamika ini. Antara peserta  yang manjat perlu diikat dan ada pengaman di atasnya (intinya kalo dia nyampak, masih bisa tergantung) atau memang semua diserahkan pada kelihaian kelompok mengamankan setiap anggotanya.
Logika teman saya itu, dinamika ini aman (asal ketinggian bambu, jumlah dan panjang tali penarik, jumlah penarik, serta kekuatan tali dan bambu memenuhi syarat)
Faktanya akhirnya memang 40an peserta dapat naik turun dengan selamat tanpa insiden.

Relatif yang lain, misalnya...
Kami pernah ajak 30an orang kantoran naik gunung, lewat sisi jurang dan lembah, naik turun bukit yang  terjal. Saat itu hanya menggunakan tali yg dipegang tiap peserta sebagai pengaman, dan toh akhirnya semua bisa naik dan turun dengan selamat.... namun kadang sekarang kalo saya membayangkan kok yha kami "nekad" melakukan itu. Sementara di sisi lain, bisa juga dipandang, ah itu khan biasa, namanya juga naik gunung, pasti selalu ada resiko.
hmmm...

Kusworo Rahadyan Ingat kesalahan/kecelakaan bisa terjadi dan biasanya terjadi di saat kita sudah merasa aman. Dan biasanya kecelakaan datangnya sepersekian detik di kelengahan kita. Tidak ada toleransi untuk safety bila kita ragu jangan dilaksanakan. Tapi kadang Fasilitator terlalu yakin dengan kedibilitasnya masing-masing.

Enda Mulyanto Saya sepakat dengan Mas Kusworo

Soel Winarno mungkin tdk harus pakai 'belay system' tp bisa pakai 'Spotting System'

Caly Setiawan Mas Agus: saya  jadi  teringat perbedaan secara  konseptual tentang  apa yang  dinamakan aktifitas outdoor dan adventure. Saya  cenderung tidak  begitu menghiraukan selama ini, namun nampaknya menengok kembali dua istilah ini secara  konseptual menjadi  penting. Aktifitas outdoor bertempat di alam terbuka dengan  "risk" yg nyata dan kontrol kita terhadap bahaya tersebut  sangat  minim (bahkan lebih  sering di luar kendali kita)-misalnya cuaca, satwa buas, dll. Sedangkan aktifitas adventure berlokasi di tempat berkembang dan resiko berada dalam kendali kita. Dengan kata lain, resiko dalam aktifitas adventure hanya dirasa resiko bukan resiko sesungguhnya (perceived risk). Pada titik inilah, pengembang aktifitas adventure harus meyakinkan nol atau minimal resiko dengan prosedur keamanaan yang  standar walaupun pada saat yang  sama rasa "bahaya" harus tetap eksis. Nah, membandingkan keamanaan aktifitas memanjat seperti di foto (adventure) dengan aktifitas mendaki gunung (outdoor) tidak  begitu relevan dalam  hal ini. :) Usul saya  konkrit: belay system tetap wajib (bisa top rope atau self-belay)...dan utk Mas Soel: tentunya untuk  spotting masih  terlalu tinggi...plus mungkin akan lebih  aman jika yang  megang tali di bawah menggunakan teknik body belay...dan juga saya  kira tetep mesti ada back-up --mungkin kaya' teknik back-up belay di belakang mereka yang  pegang tali.....eniwe, aktifitas yang  sangat kreatif dan menarik! selamat!

Yusuf Hikayat Di kegiatan "outbound" seperti yang  pernah saya baca ada 3 zona, yaitu Comfort Zone, Learning Zone dan Panic Zone.
Yang  masih berbeda-beda diantara kita adalah dimana batas antara Comfort Zone dan Learning Zone maupun batas antara Learning Zone dan Panic Zone

Enda Mulyanto Mas Agus, Caly Setiawan (salam kenal juga), Oom Yusuf Lotbol dan kawan2x semua, bagus sekali perbincangan yang  dimulai dari perkara safety ini.
Sekarang sudah  menyentuh perbedaan adventure dengan outdoor. Apa iya sih perbedaannya demikian?
Soal zonasi di kegiatan outbound yang  dilontarkan Yusuf Lotbol, apa sih batasnya? Apa iya panic zone tidak dapat menjadi media belajar?

Ageng Aditya Menarik yah.....bagaimana kita cenderung absurb ketika masuk ke area safety....apalagi dibuat relevan dengan dinamika belajar peserta. Dari beberapa pernyataan referensif tentang persepsi resiko, analisis dan kaidahnya, kok belum ada yang menggambarkan kajian sistematis tentang langkah preventifnya...terutama untuk contoh gambar aktifitas diatas?...:)

Kusworo Rahadyan Mas yang saya tahu dari referensi yang saya baca ada istilah Risk assessment yang harus di terapkan dalam mengendalikan faktor resiko, baik itu kegiatan tali rendah maupun kegiatan tali tinggi atau bahkan Back Yard Games Activity (Otbond,) bahkan berlaku juga untuk "Adventure" Aktivity. Meskipun jika kita bicara adventure tidak ada batasan jelas tentang tolok ukurnya namun manakala itu sudah dilakukan oleh Public User apalagi pelaku tersebut membayar kita sebagai activity Guide atau Activity Operator, maka Hukum sudah bicara atas hal itu dan kita tidak bisa hanya mengungkapkan "ini kan kegiatan adventure naik gunung turun jurang mendaki itu tantanganya".
Tugas kita adalah mengukur faktor bahaya dari kegiatan tersebut. Jangankan yang harus ada permainan yang memiliki resiko jatuh. lha wong lagi main back yard games ada peserta nginjak paku terus kena tetanus hingga harus ada tindakan medis itu aja korban sah jika menuntu kita atas kerugian yang timbul akibat cedera yang disebabkan kelalaian kita. Setelah kita di tanya apa anda tidak melakukan pengecekan? apakah anda tidak melakukan pengukuran faktor bahayanya? Apa jawaban kita wahai fasilitator outbound yang terhormat,  padahal kita hanya memandu back yard games (otbon) yang mungkin hanya program 2 jam dengan bayaran 350.000 Itu pun gamesnya kita dapat dari baca buku atau pernah melihat orang lain tanpa mengkaji faktor bahaya dari permainan tersebut?
Mudah mudahan bisa memberi pencerahan, ingat "SAFE/AMAN adalah suatu kondisi dimana sumber bahaya telah teridentifikasi dan telah dikendalikan ke tingkat yang memadai."
 Apapun kegiatan anda pasti mengandung unsur bahaya dimanapun itu levelnya prinsip pencegahan kecelakaan adalah penyeimbangan antara HAZARD (identifikasi dan analisa faktor bahaya) dengan CONTROL (tindakan pengendalian faktor bahaya) Ini ternyata juga di terapkan di ADVENTURE ACTIVITY RISK MANAGEMENT & CONTROL

Ageng Aditya Terima kasih mas,untuk refresh masukannya..makasi juga  untuk  Mas Caly yg telah memberikan ilustrasi kongkrit dalam bentuk gambar tentang safety system yang  bisa diterapkan. Dari  segi aktifitas berbeda dengan pumper pole/pull/tree atau apa pun lah namanya..jadi apakah dengan   sistem yang  sama akan berpengaruh terhadap  pencapaian objektif  bagi pesertanya?

Ageng Aditya Dan tentang aspek teknis, barangkali bisa dishare tentang berapa ketinggian ideal dari anchor pengaman atas untk penggunaan tali yang  drekomen dan perkiraan fall faktornya, jarak minimal untk dynamic belay, spoting system dan minimal requirment untk runing belay systemnya. Mudah-mudahan bisa memperkaya pengetahuan kita semua..:)

Caly Setiawan Mas Mul: salam kenal juga....secara pribadi saya  tidak  kaku dalam  membedakan istilah outdoor dan adventure. Kebanyakan juga  menggunakan keduanya secara overlap. Dalam  respon saya  sebelumnya adalah membedaan secara konseptual yang  sering dilakukan oleh para peneliti untuk  kepentingan difinisi operasional peneltian mereka. Beberapa tokoh sentral dalam  bidang ini membedakan secara  tegas dan dalam  satu waktu mentolerir ragam penggunaan istilah di lapangan, bahkan di penelitian yang  lain. Misalnya, Priest sejak  awal mengadvokasi outdoor education sebagai payung besar dan di dalamnya adalah adventure education dan outdoor pursuits yang  perbedaannya saya  ulas sebelumnya. Saya  sendiri mengajukan perbedaan kedua istilah tersebut utk membaca aspek 'risk' dlm kegiatan dan penjelasannya Mas Agus. Diskusi lebih  jauh tentang  topik outdoor vs adventure bs difasilitasi. :)

Caly Setiawan Mas Ageng: saya  tidak  tahu  persis perhitungan teknis konstruksi. Terlebih lagi  tentang  kebutuhan konstruksi untuk  aktifitas dalam  fotonya mas Agus. Bung Lukman tentu lebih  paham. Nah, jika merujuk pada postingan Bung Lukman tentang  pamper pole, sy akan coba share apa yg sy tahu. Jika peserta harus memanjat "pole" dan berdiri di ujung tiang dan kemudian meloncat utk menggapai sesuatu (biasanya pipa PVC yang  digantung melintang atau vertikal), semakin tinggi anchor maka akan semakin sulit bagi belayer utk membuat tegangan yg memadai dan aman utk jatuhan peserta--karena tali semakin panjang. Jika anchor semakin dekat maka ayunan pendulum peserta ketika jatuh makin lebar. Gmn ya yang pas? Pengalaman sy melihat ya ketinggian tiang sekitar 5 meter dan anchor sekitar 7-8. Nanti saya cek lagi untuk  pastinya. Saya  juga  coba double-check di standarnya ACCT berikut diameter talinya (yang  jelas pake static kernmantel). Untuk  belay menggunakan sistem dinamik dengan teknik top rope dan direkomendasikan menggunakan alat belay tipe sticht-plate. Mungkin ada yang menambah?

Ageng Aditya Mas Caly: Makasih banyak buat share pengetahuannya...sedikit tambahan saja,sepertinya untuk jarak anchor, panjang tali yang terhubung dengan climber belum ada standar yang baku, efek pendulum muncul disebabkan sudut elevasi yang terbentuk di anchornya. Jadi kendali sebenarnya ada di peletakan tiang/pole yang dibuat sesimetris mungkin dengan anchor. Tali yang digunakan akan lebih ideal (mengacu spesifikasi pabrikan) ketika minimal menggunakan semi untuk meredam efek gerak jatuh bebas terhadap morfologi manusia, dengan double cable dan pulley tandem sebagai anchor..., silahkan tambahan lainnya...

Ageng Aditya oh iya..untuk penggunaan tali static, biasanya akan lebih nyaman bagi belayer apabila menggunak ATC ketimbang sticht plate, karena biasanya umur tali yang bertambah akan mengurangi elastisitasnya....salam.

Agustinus Susanta Weh, respon dari teman-teman sungguh mencerahkan, walau saya harus mengira-ira sambil belajar tentang segala istilah yang telah disebut; misalnya double cable, pulley tandem, belay tipe sticht-plate, ACCT, pamper pole dan sejenisnya. Untunglah ada teman-teman yang memosting beberapa penjelasan tentang ikhwal tali-temali tadi.

Mengenai istilah outdoor atau adventure, sejujurnya (ciee...) selama ini saya sendiri tidak pernah menggolong-golongkan, karena toh ketika merancang kegiatan, saya minim mengacu pada teori tertentu. Maka beberapa masukan tentang penjenisan kegiatan di luar ruangan bisa jadi sesuatu yang patut direnungkan.

Ageng Aditya ‎@agustinus:..so thats what friend are for..,kan memang itu tujuan diskusi di grup ini..bisa saling melengkapi. .maju bersama..
Go forward EL.. Salam..:)

Caly Setiawan KOREKSI: mohon maaf sy memastikan tali statis utk pamper pole: ini salah. Trims mas Mul dan mas Ageng. Saya  cek ulang di standar ropes course (ACCT dan punyanya Aussie, plus ropes course manual) dan hasilnya dinamik atau direkomendasikan semi dinamik untuk  pamper pole dengan   ukuran tali 11mm dan N 107 standard UIAA. Belajar bersama yang menyenangkan, sekali lagi  trims semuanya.:)

Lukman N. Hernawijaya Caly, untuk belaying sudah pasti dynamic,kalau tali ke pole dan dipegang seh so pasti static bos...mantab diskusinya...

Cukup sudah salinan komentarnya... kini saat saya untuk memaknai semuanya tadi, menyitir dari berbagai pendapat teman-teman:
1.       Masih terbuka mendiskusikan perbedaan atau pun persamaan kegiatan yang dikategorikan aktifitas outdoor dan adventure. Mulai dari penamaannya, jenis dinamika, sampai oleh siapa teori/ pandangan tersebut dipopulerkan. Ah, saat ini kita tak akan masuk ke wilayah tersebut.
2.       Ternyata, beberapa fasilitator kelihatannya sangat tahu tentang prosedur keselamatan, sehingga bisa memberi penjelasan dengan meyakinkan. Saya sendiri sih tidak tahu apakah itu sebatas teori/ textbook saja, atau berdasarkan pengalaman, atau kombinasinya. Ada banyak istilah asing terkait peralatan dan prosedur keselamatan untuk bermain tali di ketinggian. Apa artinya? Artinya, seharusnya kita tidak perlu takut dan ragu untuk memainkan dinamika yang menantang atau beresiko selama semua prosedur keselamatan sudah diterapkan.
3.       Masuk pada hal yang lebih konseptual, sejauh mana sih zona nyaman, zona tidak nyaman, zona resiko, zona berbahaya, zona panik, zona aman, atau apa pun jenisnya, efektif diterapkan dalam kegiatan experiential learning? Itulah yang sampai sekarang pun saya coba petakan. Sementara, anutan saya dalam melaksanakan outbound/ kegiatan experiential learning adalah  dalam berkegiatan, ada masanya peserta masuk dalam zona menantang (secara fisik). Perlu diberi catatan pula bahwa “sesuatu yang menantang” antara persepsi peserta satu dengan lainnya bisa saja berbeda. Di balik itu, kita harus menyiapkan langkah penanganan segala konsekuensi dan resiko yang mungkin terjadi. Apa sih beda konsekuensi dengan resiko? Konsekuensi adalah keadaan yang merupakan sebuah kepastian  dan sudah diperkirakan. Sedangkan resiko adalah keadaan yang mungkin bisa terjadi, tapi bisa juga tidak. Contoh. Misalnya dalam kegiatan orang manjat bambu seperti foto awal. Konsekuensinya (keharusannya), dia harus bisa memegang bambu dan anak tangga dengan erat supaya bisa naik, resikonya (bisa terjadi atau tidak) dia bisa saja terpeleset dan jatuh.
4.       Segala konsekuensi yang perlu kita siapkan untuk melaksanakan sebuah dinamika yang menantang, sebaiknya bisa dimaknai dengan baik oleh peserta. Peran fasilitator akan menjadi urgen pada kesempatan ini. Bayangkan... ayo bayangkan... ada seorang peserta yang misalnya sampai terkencing-kencing saking takutnya ketika berada di atas bambu, kemudian dia turun lagi dengan selamat. Apa artinya itu? Apakah kita hanya berpikir, “yha sudah si penakut itu yang penting sudah bisa turun lagi” dan tidak melakukan pemaknaan, khususnya bagi yang bersangkutan? Ah, rasanya itu kurang bijak juga. Kalo hanya segitu  saja, lha sebenarnya apa tujuan kita menaikturunkan peserta dengan segala kerepotan (atau konsekuensi yha?)  yang kita siapkan. Nah, apapun jenis dinamika/ tantangan/ permainannya, sangat bijaksana jika itu dimaknai untuk pengembangan diri peserta.
Itulah teman-teman refleksi saya sampai saat ini tentang segala aspek “keselamatan” dalam kegiatan outbound/ experiential learning. Terimakasih untuk teman-teman yang sudah menyumbangkan opininya.
Selamat bertualang,
Palembang, 26 November 2011
Salam, Agustinus Susanta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar