yuk main-main....

Informasi lebih rinci silakan hubungi 08127397697 atau melalui email playonsriwijaya@gmail.com

Selasa, 16 April 2013

"Saat Ini Setiap Bulan Pasti Muncul Provider Outbound Baru," Lalu?

Sampul Buletin Forum AELI edisi April 2013




Nama lengkap
:
Agoes Susilo JP

Nama panggilan
:
Agoes

Tempat dan tanggal lahir
:
Solo, 25 Agustus 1969

Aktivitas keseharian
:
Trainer pengembangan SDM (Sumber daya Manusia) dan sedang menyukai membuka usaha ( Yoghurt KeBUNRAYA, Beras organik, susu sapi dan susu kambing dan jambu kristal serta nanas bogor, makanan khas Solo )

Hobi
:
Menjaga kesehatan (olah raga  dan yoga), menulis dan berkreatif



Status perkawinan
:
Menikah, sudah dikaruniani 2 orang putri.

Riwayat pendididkan
:
Dari SD sampai SMA di Solo
S-1 di IPB jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan

Karya
:
Telah menulis 4 buah buku
1)      Membaca Indonesia Sambil Senyam Senyum ( politik )
2)      Outbound itu Menyesatkan
3)      Rahasia Menjadi Outbound Trainer
4)      Outbound dari Titik Nol
Ketiga buku dengan tema outbound tersebut merupakan
Trilogi

Riwayat profesional
:
Menekuni pengembangan SDM dan outbound training Di P3SDM Bumi Arasy – Jakarta, dari tahun 1995 s.d. 1998
Menekuni pengembangan SDM  di Bina Cendekia, Tahun 1998 s.d. 2001
Berkarya di salah satu sister company salah satu Bank Swasta nasional, 2001 s.d. 2004
Kembali diminta join di Bumi Arasy 2004 s.d. 2007
Mendirikan Keep in Spirit Institute 2007 s.d. saat ini




Bagaimana cerita awal ketertarikan Mas Agoes dalam dunia experiential learning?


Cerita awal tertarik dalam dunia outbound, atau experiential learning  ya Mas.
Terus terang awalnya tidak mudeng atau tidak mengerti outbound training tersebut karena ada salah seorang teman yang “memaksa” untuk join di sebuah perusahaan konsultan SDM. Menurut temen karena saya dulunya pernah aktif di Resimen mahasiswa jadi kemungkinan besar bisa melakukan pekerjaan tersebut.
Pertama kali melihat peserta training memainkan game-biasa kami menyebutnya-Menjinakkan Bom,  rasanya aneh.  Kemudian malam harinya diminta presentasi tentang masalah baris berbaris, karena nantinya diminta ngisi materi tersebut. Waktu itu saya menerangkan tentang sejarah materi baris berbaris dengan mengambil cerita Sun Tzu........dari situ lah cerita tentang saya menekuni bidang experiential learning  berlanjut hingga hari ini.  Dan tanpa disadari ternyata saya lebih tertarik untuk mendalami bidang debrief / pemaknaan dari sebuah game yang dimainkan.
Saya pertama kali belajar menjadi logistic technical support, lalu asisten fasil/ fasilitator, lalu fasil, lalu diminta handel sebuah training yang satu batchnya berlangsung selama 1 bulan dengan total batchnya 12. Itulah pengalaman pertama yang “nyebur” di dunia experiential learning dan organize sebuah team.  Selanjutnya alhamdulillah diberikan kesempatan untuk handle beberpa perusahaan di negeri ini mulai dari Batam hingga Makassar.
Jadi saya murni tidak mempunyai pengalaman akademis tentang experiential learning  Mas, bahkan kursus sekalipun, kalau memberikan kursus tentang EL  malah beberapa kali.  Saya hanya mempunyai pengalaman di lapangan.  Guru dan mentor saya lebih banyak senior saya, temen-temen di lapangan, para peserta dan alam sekitar.  Semakin lebih menyenangkan kebetulan saya suka membaca dan bercerita sehingga hal itu terasa lebih menyenangkan lagi.



Mas Agoes khan sudah menulis beberapa buku tentang outbound atau experiential learning atau sejenisnya, boleh dong cerita tentang buku-buku tersebut, misalnya tentang latar belakang dan tujuannya.



Keinginan untuk mempunyai karya dalam bentuk buku dan bisa dipajang di toko buku terkenal di negeri ini awalnya adalah sekedar mimpi.  Tetapi hal itu menguat ketika ada seseorang yang mendorongnya (she is so special he..he..). Buku pertama tergolong unik karena mulai dari judul yang didapat sedangkan isinya belum kebayang sama sekali.  Judulnya cukup menghebohkan yaitu “Outbound itu Menyesatkan”.  Singkat cerita naskah jadi lalu di tawarkan ke beberapa penerbit dan alhamdulillah mereka menolak semuanya.
saat ini setiap bulan pasti muncul provider outbound baru
Saat itu mimpi untuk mempunyai buku itu pun pudar sudah.  Tetapi suatu hari secara tidak sengaja saya bertemu dengan seorang teman yang sudah terbiasa nulis buku.  Maka perjalanan kedua dimulai.  Saya diajari mulai dari membuat mock up atau contoh buku, lalu membuat film, mencetak buku hingga memasarkannya dengan bekerja sama dengan sebuah agen pemasaran buku. Alhamdulillah buku pertama saya dengan judul “Outbound itu Menyesatkan” 3 bulan kemudian sudah nangkring di toko buku terbesar di negeri ini dan di seluruh cabangnya di Indonesia.
Buku tersebut juga pernah menjadi tema utama dalam pertemuan seluruh provider outbound di Jawa Timur.  Kejadian lucu diawal pemberian materi tersebut beberapa temen sempat “mencak-mencak,” kenapa judulnya OUTBOUND ITU MENYESATKAN? Kenapa tidak pakai judul yang lain.  Setelah saya terangkan itu hanya masalah strategi pemasaran saja, maka mereka akhirnya mengerti karena sejatinya isi buku tersebut bukan untuk menyesatkan. Alhamdulillah dari sekitar 3.000 eksemplar saya cetak yang terjual di toko buku sekitar 1.200-an dan sisanya kami bagikan kepada para teman dan sahabat serta para peserta training kami.  Oya, buku pertama tersebut sebetulnya lebih menyoroti tentang paradoks yang sering terjadi pada provider outbound.  Salah satunya kita senantiasa mengajarkan tentang bagaimana teamwork yang baik itu dengan berbagai game dan teorinya, tetapi ternyata di dalam provider tersebut malah sering terjadi tidak bekerja sama. Misalnya antara pimpinan dan anak buahnya, sehingga mereka menjadi pecah dan membuat provider baru lagi dan lagi dan lagi.  Kemudian di antara provider saling jatuh-jatuhan harga dan “menjelekkan” atau memberikan info yang kurang baik terhadap provider lain.
Setelah buku pertama terbit dengan saya terbitkan sendiri yang mana saya harus mengurus ISBN di Perpusatkaan Nasional sendiri, muncullah ide untuk melengkapinya menjadi trilogi.  Alhamdulillah dalam perjalanannya, setelah tahu bagaimana membuat buku tersebut dan menerbitkannya- ternyata memang mudah-saya bertemu dengan teman SMA di Solo dulu yang bisa membantu dalam lay out, perwajahan luar dan dalam serta sampai mencetaknya sehingga proses pembuatannya relatif lebih cepat.
Buku kedua dengan judul “Rahasia Menjadi Outbound Trainer” , idenya, saat ini belum ada semacam buku panduan untuk temen-temen di lapangan.  Beberapa ada yang saat menjalankan profesi lupa dengan ibadah, tidak bisa mengatur keuangan, jarang membaca dan lain-lain.  Buku ini saya tulis dengan harapan bisa memberikan semacam referensi tentang etika dan attitude apabila kita bisa lebih enjoy dan berhasil menekuni di bidan EL ini.
Buku ketiga dengan judul OUTBOUND DARI TITIK NOL, berisi 21 cerita true story pengalaman temen–temen yang saya potret.  1001 cerita temen temen dilapangan, dan peserta kami potret tetapi disetiap akhir ceritanya kami selipi sebuah pesan positif.
Buku-buku tersebut sebetulnya saya tulis dengan harapan bisa turut mengedukasi  temen–temen yang bergelut dan menekuni bidang outbound atau experiential learning.  Alhamdulillah dengan hanya saya pasarkan via online untuk buku ke-2 dan ke-3 saya bisa berkenalan dan bersilaturahim dengan teman dan sahabat yang satu profesi, mulai dari Batam hingga Bone.  Harapan besarnya kita bisa bersama-sama dan bekerja sama memajukan experiential learning ini di negeri indah ini.  Saya berpendapat ujung dari kita menekuni experiential learning ini adalah kita bisa menjadi manusia yang bermanfaat baik  bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan alam raya ini.



Wah, luar biasa sekali karya-karya Mas Agoes ini, sangat inspiratif. Namun, tampaknya Mas Agoes sekarang fokus ke Indoor Training, kenapa nih?


Sebetulnya saya tidak fokus di indoor training Mas, tetapi klien dan patner saya saat ini sering memberikan kesempatan untuk mengisi materi soft skill di ruangan.  Tetapi walaupun ngisi di ruangan saya tetap mainkan game dan mengaitkan game tersebut dengan makna materi yang sedang saya bahas.  Kegiatan outdoor pun masih kok Mas. Kemaren malah barusaha handel klien lama dengan konsep tenda.  Dan beberapa teman lama kalau kontak pasti pertanyaannya “Gus, masih di outbound? “

(Ketika wawancara sedang berlangsung ada phone masuk) Ini dari salah satu provider baru yang saya kenal, kebetulan beliau searching di fb dan menemukan nama saya. Insya Allah mengajak kerja sama minggu depan.  Provider tersebut yang menghandel kegiatan outdoornya dan saya diminta untuk mengisi debrief nya.   Alhamdulillah kalau dulu punya basic outdoor ketika diminta untuk mengisi materi indoor yang  sebelumnya melakukan kegiatan outdoor jadi lebih mudah Mas.

Alasan lain, mengingat usia Mas, he..he...lama kelamaan fisik juga akan menurun.  Tapi suara sungai yang mengalir, suara burung bersautan dipagi hari, tidur beralasakan sleeping bag, makan bersama dengan beralaskan daun pisang atau bermain air dibawah air terjun, atau jumping ke tengah laut.......masih selalu memanggil-manggil kok Mas.



Bagaimana sih resep Mas Agoes dalam memersiapkan sebuah training?



Ada 3 hal yang selalu saya tanyakan terlebih dahulu kepada temen atau klien yang minta training
a.       Tujuan dari training tersebut,
b.       Audiens/ siapa peserta training tersebut dan berapa jumlahnya,
c.       Dimana training tersebut akan dilakukan ( resort, hotel, kantor, dll. )
Dari 3 informasi tersebut kami baru buat disain dan terakhirnya rundown acara.  Setelah itu kami prepare materi indoor dalam bentuk slide.

Untuk training indoor yang durasi paling pendek 15 menit dan paling panjang 7 jam efektif sama saja saya tetap buat semacam rundown.  Rundown tersebut saya buat sesimpel mungkin yaitu jam dan topik yang akan saya ajarkan serta game pendukung yang akan saya mainkan.

Untuk kegiatan outdoor.  Saya langsung kontak team saya. Team inti saya, saat ini terdiri dari 1 orang logistic technical support dan 2 orang fasil.  Saya termasuk orang yang sangat selektif dalam mengajak seorang freelance.  Pengalaman yang mengajarkan saya untuk “harus” berbuat seperti itu. 

Setelah itu saya menyiapkan perlengkapan permainan pendukung game.  Alhamdulillah saya mempunyai perbendaharaan game saat ini kurang lebih 167 game dan sekitar 25 alat game yang ready for use.  Saya saat ini sedang menyukai game yang tanpa alat dan yang menggunakan alat yang sederhana.  Apabila dirasa perlu harus menggunakan game yang “komplek” seperti  high rope, paint ball dan rafting, saya akan kontak patner saya yang biasa men- support kegiatan saya. 

Saat ini saya sering mengarahkan kepada klien untuk memainkan game yang benar-benar sesuai dengan programnya sehingga tidak terfokus kepada gamenya.  Dengan cara demikian saya juga bisa meminimalkan resiko, meminimalkan jumlah team.  Salah satu pengalaman suatu hari diminta untuk handle program internalisasi visi dan misi sebuah perusahaan dengan jumlah peserta sekitar 120 orang, cukup kami tangani bertiga.  Saya sendiri sebagai trainer dan 2 orang logistic technical support.



Menurut Mas Agoes, bagaimana sebaiknya relasi kita dengan teman-teman yang membantu pelaksanaan program kita?



Saya punya pandangan bahwa kegiatan EL ini adalah sifatnya long life sehingga untuk relasi saya juga selalu menjaganya dengan baik Mas.

Seperti saya katakan di atas, saya saat ini sangat selektif untuk bekerja sama dengan temen- temen freelance.  Karena kalau tidak, banyak pengalaman dulu yang sangat tidak mengenakkan.  Saat ini saya dengan 2 fasil dan 1 logistik (yang semuanya freelance) saya bina hubungan dengan baik. baik di saat kegiatan maupun disaat tidak ada kegiatan.

Pada saat kegiatan. Saya dan team untuk acara makan adalah menyatu dengan peserta. Tidak kami beda-bedakan. Untuk standar menginap pun saya samakan. Kalau di resort ya resort semua, kalau di hotel  ya hotel semua. Alhamdulillah temen –temen yang support disetiap awal kegiatan tidak pernah menyakan berapa honor per harinya.  Kami akan memberikan sesuai dengan kepuasan dan jumlah kontrak yang saya terima.  Alhamdulillah saat ini mereka bisa terima insya allah lebih tinggi sedikit dibandingkan kalau mereka support di tempat lain. 

Kalau pas tidak ada kegiatan, kami selalu jalin silaturahmi. Menanyakan kabar via sms dan media sosial yang lain. Terkadang kami saling berkunjung sambil makan dan sharing.  Bahkan untuk team logistic kami bisa membantunya dalam kegiatan yang lainnya.  Kebetulan logistic saya adalah juga seorang petani, bener Mas; dan punya lahan sehingga kami jalin kerja sama dengan saya berinvestasi dalam bidang pertanian.  Saat ini kami telah dan sedang menanam 700 pohon singkong dan 40 pohon pepaya.  Hasilnya kita bagi.  Jadi ikatan tersebut terbina terus walaupun sedang tidak aktivitas pelatihan.




Ada nggak nih pengalaman paling mengesankan selama menjadi fasel atau trainer?



Sebetulnya lumayan banyak mas.  Tapi saya ceritakan salah satunya.  Saat itu, kami sedang handle program training dimana klien minta ada kegiatan rapling.  Kebetulan kami memakai di salah satu tempat di bumi perkemahan.  Tempat rapling yang kami gunakan adalah 12 meteran. Setelah kami berikan penjelasan dan contoh melaksanakannya maka  satu persatu peserta naik dan melakukan kegiatan rapling tersebut.

Saya langsung handel di atas dibantu satu orang team lapangan.  Sedangkan yang lainnya di bawah.  Peserta naik keatas tempat start rapling sekitar 4 orang 4 orang.  Peserta pertama hingga ke 7 lancar semuanya. Giliran peserta ke 8, cewek, setelah dipasangkan seat harnesnya tiba-tiba langsung terduduk lemas dan menangis ketakutan......dan pastinya tidak mau mencoba lagi untuk melakukannya.  Saya tenangkan dan saya perkenankan untuk tidak melakukannya, tetapi tetap di atas sambil melihat teman-temannya yang lain melakukannya....setelah beberapa temannya melakukannya, tiba – tiba dia ngomong ke saya “Mas, boleh mencoba lagi” saya tidak langsung mengiyakan. Saya tanyakan kepastiannya keinginannya tersebut. Akhirnya mencoba lagi. Tetapi lagi-lagi masih belum berani. Kemudian di sela oleh teman –teman yang lainnya lagi....dan ternyata keinginan tersebut masih ada.  Lalu langsung kami besarkan mentalnya, kami handle dengan sangat hati- hati, kami berikan semangat, kami ajak teman-temannya yang sudah melakukannya juga memberikan semangat. Dan.........akhirnya peserta tersebut mampu melakukannya, sampai di bawah langsung nangis terus sujud syukur.

Pengalaman tersebut salah satu yang menjadikan profesi di bidang ini begitu “mengesankan” Mas.  Cerita tersebut akhirnya saya jadikan salah satu cerita dalam buku ke 3 saya yang berjudul “Outbound dari Titik Nol.” 



Menurut Mas Agoes, bagaimana perkembangan experiential learning di Indonesia ini ya?



Mungkin saya menyebutnya outbound training dengan difinisi bebas ya Mas; perkembangannya sangat luar biasa.  Saya pernah membuat joke, bahwa saat ini setiap bulan pasti muncul provider outbound baru.  Begitu riuhnya jumlah provider tersebut sehingga hampir di setiap kota besar dan kota kecil di Indonesia saat ini sudah memiliki provider outbound.

Walaupun kehadirannya mungkin lebih banyak karena faktor bisnis, bukan idialis, tetapi bagaimanapun juga temen–temen tersebut sudah masuk ke bidang tersebut.  Bahkan hal itu bisa menjadi bertambah banyak manakala perusahaan tour and travel, EO dan konsultan indoor training pun akhirnya juga masuk ke dalam bisnis tersebut. 

Saya melihatnya positif-positif saja.  Jadi banyak teman.  Tetapi memang jujur sebagian besar jadi lebih ke arah entertaiment.  Unsur pengembangan sumber daya manusianya jadi lebih sedikit, bahkan ada yang ditinggalkan sama sekali.  Di sinilah sebetulnya peran AELI sangat strategis masuk ke mereka.  Kita ajak untuk duduk bersama dan membicarakan hal-hal yang ringan saja.  Kita juga harus mengerti tentang alasan bisnis yang mereka lakukan. 

Saya kebetulan sudah sharing dengan Mas Ega (Sekretaris AELI saat ini) dan Mas Winggit.  Dan saya selalu mengikuti perkembangan group AELI di fb, serta beberapa kali juga melihat di lapangan langsung.  Saya sangat ingin AELI berperan lebih banyak daripada saat ini.  Fokus saya adalah di organisasi.  Kalau AELI adalah sebuah organisasi, maka kalau terkelola dengan baik pasti akan banyak yang mendapatkan aspek manfaatnya.  Dan organisasi tersebut terletak di pengurusnya.  Dari situlah awal segalanya, Mas.

Suatu hari ada temen dari Lombok yang sangat berharapakan mendapatkan edukasi berkaitan dengan pengembangan game serta debriefnya.  Kemudian rekan dari Bone sangat merindukan bisa keluar dari “rutinitas” program yang saat ini mereka jalankan, mereka pun juga sudah merasakan jenuh dengan program yang itu-itu saja.  Mereka mau belajar tetapi kepada siapa mereka tidak tahu. Kasihan.




Di Indonesia, kan ada AELI nih, apa harapan Mas Agoes terhadap asosiasi tersebut?
Harapan saya, AELI harus punya orang-orang yang duduk dalam jajaran pengurus, orang yang bisa mampu mengayomi seluruh provider di Indonesia.  Mempunyai program yang jelas dan melaksanakannya dengan penuh kesenangan bukan dengan memikirkan kepentingan pribadi atau bisnisnya.
Bagaimana pendapat Mas Agoes tentang bulletin “Forum AELI” ini?
Sangat bagus sekali mas. Lebih bagus lagi kalu bis adicetak dan dibagikan keseluruh anggota ( bisa dijadikan sumber pemasukan organisasi )

Apa pesan atau harapan Mas Agoes pada sesama Fasel di Indonesia ini?
Harapan saya terhadap para fasilitator experiential learning adalah:
1.       Terus meningkatkan silaturahmi satu dengan yang lain,
2.       Terus sharing dan belajar bersama serta berbagi informasi, dan
3.       Jangan pernah merasa mempunyai ilmu yang lebih dibandingkan orang lain, tetapi teruslah belajar dan belajar dan menghormati orang lain sesama fasil.

Poin tambahan, berupa harapan yaitu secepatnya pengurus AELI kumpul bersama, membahas program yang lebih indah dan dilaksanakan. Direalisasikan.

Terima kasih mas agus, atas kesempatannya untuk bisa mengisi dan meramaikan bulletin Forum AELI. Sukses selalu buat mas agus.

Agoes susilo jp

Wah, luar biasa. Terimakasih atas kesempatan ini, Mas Agoes. Semoga segala rencana dan aktivitas Mas Agoes bertambah lancar, dan bisa menginspirasi lebih banyak orang. Sukses!