yuk main-main....

Informasi lebih rinci silakan hubungi 08127397697 atau melalui email playonsriwijaya@gmail.com

Rabu, 03 Mei 2017

"80% Pasar Outbound Indonesia Dikuasai EL-Preneurs"

Nangunang adalah seorang instruktur outbound yang handal. Dia sering disewa oleh banyak provider sehingga jadwal dampingan mingguannya sangat padat, berpindah dari satu tempat ke tempat lain, bahkan ke luar pulau, berkarya dengan bermacam bendera, ….. itu duluuuuu…. 10-15 tahun lalu. Kini, dalam usianya yang 45an tahun, dia lebih banyak tinggal di rumah, di pinggiran kota, mengurus warung kecil dan 4 orang anaknya. Warung yang tiap hari dia jagai tak lagi ramai karena toko waralaba juga sudah menjamur di kotanya. Panggilan untuk ngisi outbound, atau menjadi fasilitator program pelatihan, sudah sangat jarang didapatnya, bahkan 6 bulan terakhir ini, dia belum pernah ada yang ngajak “manggung” outbound. Pun akhir-akhir ini ada yang ngajak, biasanya itu teman lama yang cenderung ingin bernostalgia saja mengenang kejayaan masa lalu.

Nangunang mendapati kenyataan bahwa kini sudah sangat banyak fasilitator muda yang beroperasi menjadi freelancer bagi program-program outbound atau sejenisnya. Hal yang dulu dirasa membanggakannya jika tampil di depan puluhan, bahkan ratusan peserta outbound, kini sudah jamak dilakukan oleh mereka-mereka yang lebih muda nan enerjik. Dulu, untuk mendapatkan uang ratusan ribu rupiah, serasa mudah hanya dengan “menjual” ketrampilan tampil dalam games-games maupun permainan heboh. Kini, untuk mendapat uang ratusan ribu seminggu dari warungnya sendiri, kok, terasa lebih susah. Untunglah sang istri yang guru SD Negeri masih menjadi penopang utama pergerakan ekonomi keluarga.

 “Ah, apa daya, masaku sudah lewat,” begitu akhirnya permenungan Nangunang selalu mentok. Matanya menerawang memandangi seisi warung kecilnya yang sedari pagi sampai siang ini hanya dikunjungi 5 pembeli. Foto kusam ketika dia sedang memfasilitasi outbound tertempel miring di atas tumpukan kotak air mineral. Sementara anak bungsunya yang masih balita terlelap di tikar sudut warung; entah apakah dia akan sanggup menyekolahkannya dengan layak kelak. Terawangannya terhenti ketika ada seorang pembeli mengetuk etalase warung mungilnya.

Itulah sekelumit kisah Fasel /fasilitator experiential learning atau dulu dikenal dengan istilah instruktur outbound, yang mungkin akan/ sedang dialami oleh kita para outbounder.

Tulisan ini akan menelisik lebih jauh tentang perkembangan bisnis outbound, atau dikenal dalam era kekinian dengan nama experiential learning, yang stakeholder utamanya tentu para fasilitatornya. Telaah ini didedikasikan terutama untuk acara Kopi Darat Nasional III Grup EL-Preneurs Indonesia,  yang hari-hari ini diadakan di Batam, Kepulauan Riau, 2-4 Mei 2017. EL-Preneurs Indonesia berawal dari grup WA yang dibentuk oleh AELI (Asosiasi Experiential Learning Indonesia), beranggotakan para pemilik/ pemimpin usaha yang terkait dengan experiential learning/ outbound atau sejenisnya di bidang aktivitas olahraga/ pelatihan luar ruangan. Informasi lebih lanjut tentang AELI, bisa kita simak di sini 



Gokilnya EL-Preneurs Indonesia

Komunitas EL-Preneurs Indonesia yang baru 2 tahun terbentuk ini, sebelumnya sudah 2 kali mengadakan acara Kopdarnas pada tahun 2016 lalu. Yang pertama di Anyer, dan yang kedua di Yogyakarta; kebetulan keduanya saya ikut. Karena untuk Kopdarnas ketiga ini saya, absen, maka saya menghadirkan diri lewat catatan ini saja. Semoga bisa memberi warna perkembangan grup EL-Preneurs Indonesia , khususnya dalam membuat jejak untuk masa depannya. Tidak hanya untuk para pemilik atau pemimpin pucuknya, tetapi juga untuk rekan-rekan seperti Nangunang yang dalam kenyataannya jadi ujung tombak program di lapangan.

Sebagian besar anggota EL-Preneurs Indonesia adalah anggota AELI juga, namun yang khusus sebagai pemilik/ pemimpin usaha experiential learning. Diantara 150an anggotanya, ada yang memang pemilik lembaga pembelajaran/ outbound, ada yang pemilik usaha produk adventure/ outdoor, ada juga yang pemilik venue/ lokasi outbound, pegiat pegunungan, trainer, motivator, dan EO ada juga tercatat sebagai anggotanya. Tercatat ada beberapa orang yang sudah jadi “legenda hidup” karena kemahsyuran nama (provider) dan kiprahnya di dunia outbound, namun banyak juga yang merupakan pengusaha-pengusaha baru. Ada yang omzet tahunannya baru puluhan juta, namun ada juga yang sudah tembus milyardan. Ada yang sudah berumur, namun banyak juga yang masih muda, semua bersatu karena kesamaan unsur (bisnis) experiential learning. Adapun misi EL-Preneurs Indonesia belum terekam secara definitif karena ini memang baru sebuah komunitas saja. Harapannya sih, dalam Kopdarnas Batam ini, mulai tereka-reka mau seperti apa EL-Preneurs Indonesia mewujud kedepannya.

Kembali pada nasib Nangunang, kenapa dia jadi begitu? Rahasianya, boleh lihat dalam http://catatanpenggiatoutbound.blogspot.co.id/2015/11/perlukah-saya-ikut-sertifikasi-bagian-22.html karena kedua catatan ini saling terkait. Jangan-jangan Nangunang terlalu asyik di zona E (employee / pekerja / buruh) sehingga ketika provider yang  biasa memekerjakannya punya pilihan lebih baik (lebih muda, lebih enerjik, pun lebih murah honornya) maka Nangunang menjadi pilihan terakhir. Nangunang nggak punya daya tawar di hadapan provider outbound.

Nah, kita akan membahas anggota EL-Preneurs Indonesiayang mestinya masuk dalam kuadran B atau Business Owner alias pemilik usaha. Kalo hasil renungan saya sih, pengusaha outbound yang mantap itu memang pernah jadi instruktur / fasilitator outbound yang matang di lapangan, kemudian tergerak masuk ke kuadran B. bahwa kemudian bidangnya mengembang dari experiential learning, itu nggak masalah. Pertanyaannya adalah (sejatinya) untuk apa kita menggabungkan diri dalam EL-Preneurs Indonesia? Apa yang dicari?

Merujuk pada hirarki kebutuhan Maslow, maka ada 5 tingkat kebutuhan, yaitu Kebutuhan fisiologi/ fisik/ biologi, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa memiliki dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan, dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Rasanya semua jenis kebutuhan tadi masuk menjadi pertimbangan seseorang masuk jadi anggota EL-Preneurs Indonesia, walau prosentasenya pasti beda-beda.

Merujuk pada catatan saya sebelumnya,  http://catatanpenggiatoutbound.blogspot.co.id/2017/05/hobby-makes-money.html Maka salah satu kunci seseorang yang menggeluti hobi outbound, lalu kemudian menjadi profesi, sampai akhirnya menghasilkan rejeki (uang) adalah “relasi.” Maka berjeraing seperti dalam EL-Preneurs Indonesia ini adalah bentuk komunitas yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan lebih mengalirkan rejeki pada usaha tiap anggotanya. Lalu apakah motif ekonomi yang menggerakkan anggota EL-Preneurs Indonesia untuk berkomunitas, kalo mau jujur, mestinya sih iya. Namun, bagusnya di EL-Preneurs Indonesia ini, faktor pemenuhan kebutuhan fisiologis bukanlah yang mendominasi. Seperasaan saya, ternyata ada faktor lain yang juga memengaruhi, yaitu kebutuhan akan rasa aman, penghargaan,  dan terutama aktualisasi diri. Tentu saja konteksnya dalam dunia bisnis outbound / experiential learning ya. Susah menjelaskannya dalam bentuk tulisan, tetapi jika kita menjadi anggotanya dan sudah beberapa kali berinteraksi, baik secara langsung maupun lewat media sosial, maka hal-hal tersebut akan mudah terasakan.
Sinergi anggota AELI berbagai DPD dalam mendukung IIUOTFEST Jakarta 2017

Sebagai salah satu contoh betapa unik relasi di EL-Preneurs Indonesia , begini. Dalam suatu “beauty contest”/ tender untuk mendapatkan program pelatihan di PT ANU, seorang anggota EL-Preneurs Indonesia bertemu dengan mantan anak buahnya dulu yang pernah dia ajak. Sang anak buah lalu memisahkan diri untuk  membuat provider outbound sendiri. Ketika bertemu dalam sebuah kompetisi memenangkan tender, yang ada adalah keakraban, bukan permusuhan. Bahkan ketika sang anak buah yang memenangkan tender, si EL-Preneurs Indonesia tersebut justru memberi masukan beberapa tips mengelola pelatihan untuk PT ANU tersebut. Maklum si anggota EL-Preneurs Indonesia pernah juga beberapa kali mendampingi perusahaan tersebut. Wah, bagi saya itu pengalaman yang menarik, bagaimana kebesaran jiwa seorang senior dalam menghadapi dinamika bisnis, pun ketemu kompetitor yang adalah mantan anak didik yang pernah meninggalkannya.

Contoh lain, nih, dan ini lebih banyak. Beberapa orang anggota EL-Preneurs Indonesia kerap mendapatkan program outbound/ pelatihan di berbagai kota di Indonesia. Misalnya, minggu lalu dia main di Medan, di grup WA dia posting foto kolaborasinya dengan anggota EL-Preneurs Indonesia asal Medan. Minggu ini dia dapat proyek di Bali, maka dipostingnya kebersamaan nggarap proyeknya bersama teman-teman dari Bali. Minggu depannya dia ke Makassar, dan bisa dipastikan dia akan mencari anggota EL-Preneurs Indonesia di sana untuk diajak kolaborasi. Ya, sinergi adalah salah satu jargon yang coba dihidupi oleh tiap anggota EL-Preneurs Indonesia. Jargon lainnya apa? GOKIL, ya, walopun mayoritas pemilik usaha, tapi karena yang diusahakan itu outbound, maka gokil menjadi salah satu nafasnya. Serius tapi gokil, gokil tapi serius. Ya maklumlah, outbound khan juga bisnis yang “memermainkan” peserta lewat permainan.

Suasana Kopdarnas II ELPreneurs Indonesia yang jadi sampul website AELI
Saat Kopdarnas II di Yogyakarta bulan Juni 2016 lalu, 50an anggota EL-Preneurs Indonesia sempat mendiskusikan mau dibawa kemana gerakan tersebut? Namun ternyata saat itu belum ada upaya untuk membuat gerakan tertentu untuk lebih menegaskan keberadaan EL-Preneurs Indonesia. Yang ada justru EL-Preneurs Indonesia akan menjadi salah satu motor utama untuk mendorong AELI melebarkan sayapnya di tanah air. Kenapa anggota  EL-Preneurs Indonesia begitu bersemangat untuk bersekutu? Padahal mungkin di lapangan, terutama di kantor-kantor HRD perusahaan, mereka “berperang” mendapatkan proyek pelatihan?  Saya curiga karena pertama-tama yang menyatukannya adalah AELI. 

Ya, AELI itu asosiasi yang bervisi “Menjadi wadah dan mitra yang berkualitas bagi seluruh lembaga atau perorangan pengguna metode pelatihan berbasis pengalaman di Indonesia dan bertanggung jawab terhadap pengembangan kualitas manusia Indonesia.” Adapun 3 misinya adalah:

  • ·         Memasyarakatkan pelatihan berbasis pengalaman kepada masyarakat Indonesia. 
  • ·         Meningkatkan kualitas  pelatihan dan pendidikan berbasis pengalaman, sehingga menjadi metode pelatihan yang efektif dan diakui di Indonesia.
  • ·         Meningkatkan kualitas pelaksana pelatihan berbasis pengalaman sehingga menjadi pelaksana pelatihan yang bertanggung jawab terhadap pengembangan manusia Indonesia.
Jadi jelas, AELI itu asosiasi yang mendasarkan pada keilmuan experiential learning, bukan pada bisnis yang menggunakan experiential learning. Menjadi sebuah kewajaran ketika sebagian besar anggotanya yang adalah pelaku bisnis mulai berinisiatif membicarakan bisnis experiential learning secara lebih serius. Itulah latar belakang kemunculan EL-Preneurs Indonesia yang berafiliasi pada AELI. Maka, walau dibingkai dalam perspektif kepentingan bisnis, tetapi pendasaran EL-Preneurs Indonesia adalah visi mulia asosiasi.

Quo Vadis EL-Preneurs Indonesia?

Kini kita beralih pada hal yang menyangkut masa depan EL-Preneurs Indonesia nih, gimana bagusnya EL-Preneurs Indonesia mewujud? Tetap seperti saat ini sebagai komunitas grup WA yang sekali setahun menyepakati kopi darat sajakah? Atau bagaimana? Saya menafikkan dulu bahwa sebagian anggotanya sudah saling berinteraksi bekerjasama bisnis outbound ya, soalnya itu bukan program EL-Preneurs Indonesia, hanya jadi akibatnya saja sih.

Masih banyak anggota EL-Preneurs Indonesia yang sedang dalam taraf merintis usaha outbound, dan jauh lebih banyak lagi rintisan usaha experiential learning yang sedang dibuat di luar ELPI. Sebagian hanya bertahan singkat karena hanya mengikuti tren, sementara yang ingin tetap bertahan namun mengalami keterbatasan di sana sini juga ternyata lebih banyak lagi. Katakanlah orang-orang seperti Nangunang yang ingin berbisnis outbound, namun karena satu dan lain hal menjadi susah untuk mengembangkannya. Lantas, apakah kita di EL-Preneurs Indonesia akan membiarkannya, atau akan sekedar bilang, “Maka jadilah anggota AELI, di sana kalian akan belajar banyak tentang 9 kompetensi Fasel. Lalu setelah itu jadilah anggota EL-Preneurs Indonesia supaya ketemu teman-teman sepengusaha outbound.” Ya, apakah cukup segitu saja?

Saya belum lama mengecimpungkan diri sebagai pemilik usaha experiential learning, maklum masih pendatang baru di dunia entrepreneur, maka mungkin ulasan kebisnisan saya masih dangkal, nggak apa-apa ya, namanya juga usaha. Namun hasil permenungan saya terhadap keberadaan EL-Preneurs Indonesia dibandingkan lebih banyak pengusaha outbound lain di “luar” sana adalah begini. EL-Preneurs Indonesia, melalui sebagian anggotanya bisa memosisikan diri membuat konglomerasi bisnis experiential learning di Indonesia. Sudah ada zona nyaman yang selama 2 tahun berhasil dirintis dalam simbiosis mutualisme penyelenggaraan bisnis experiential learning. Jadi kasarnya, “mari kita mengeksklusifkan diri saja, toh selama ini sudah cukup anggota yang bisa diajak berlokaborasi. Pun mau mengembangkan, kita cari di kota-kota yang belum ada AELInya.”


AELI ketika mengisi acara dalam IIUOTFEST di Bandung
Memerhatikan konteks keanggotaan AELI di 16 provinsi, semangat EL-Preneurs Indonesia dan relasi dengan pemerintah, saya sih punya keyakinan jika EL-Preneurs Indonesiamau, hal tersebut bisa terjadi. Hukum pareto bisa mewujud dalam dunia outbound Indonesia, seperti judul tulisan inil  "80% pasar outbound Indonesia dikuasai hanya 20% pelaku bisnisnya," yang kebetulan jadi anggota EL-Preneurs Indonesia. Wow… amboy bagi EL-Preneurs Indonesia, tetapi menyeramkan bagi yang lain. Apakah itu yang akan mewujud dalam beberapa tahun ke depan? Apakah akan lebih banyak Nangunang-Nangunang lain yang pikirannya berkunang-kunang karena masa kejayaannya sebagai outbounder sudah lewat? Ah, saya hanya berandai-andai, silakan teman-teman di Batam mengobrolkannya...

Selamat melanjutkan Kopdarnas III, teman-teman EL-Preneurs Indonesia.

Palembang, 3 Mei 2017; 
Salam gokilers dari Agustinus Susanta


1 komentar:

  1. Bayar Pakai Dengan Pulsa AXIS XL TELKOMSEL

    Anda Dapat Bermain Setiap Hari dan Selalu Menang Bersama Poker Vita
    Capsa Susun, Bandar Poker,QQ Online, Adu Q, dan Bandar Q

    Situs Situs Tersedia bebebagai jenis Permainan games online lain

    Sabung Ayam S1288, CF88, SV388, Sportsbook, Casino Online,
    Togel Online, Bola Tangkas Slots Games, Tembak Ikan, Casino

    Terima semua BANK Nasional dan Daerah, OVO GOPAY

    Whatsapp : 0812-222-2996

    POKERVITA

    BalasHapus