yuk main-main....

Informasi lebih rinci silakan hubungi 08127397697 atau melalui email playonsriwijaya@gmail.com

Senin, 26 Maret 2012

Misi Malam



Malam itu begitu gelap karena bulan sedang bersembunyi di balik bumi, hanya ada percik titik sinar bintang di langit. Dua orang wanita peserta pelatihan pengembangan karakter beringsut mendekati tenda peleton tempat para instruktur tidur. Mereka berhati-hati membangunkan seorang instruktur pria. Setelah sang instruktur terbangun dari tidur lelapnya, tanpa ada pembicaraan, bertiga mereka beringsut menjauhi tenda peleton, menuju suatu tempat yang tersembunyi. Sang insruktur membawa sesuatu yang agak besar namun terkesan ringan. Penerangan yang mereka bawa hanyalah sebuah lilin menyala. Kesunyian masih menyeruak di sekitar lokasi perkemahan tempat pelatihan dilaksanakan.

Sampai di suatu tempat, intruktur tersebut berkata, “Tugas kalian adalah salah satu mengajari yang lain cara bermain gitar. Besok pagi, yang diajari main gitar harus bisa membawakan sebuah lagu sederhana dengan iringan gitar ini. Waktu kalian hanya 45 menit untuk beraktivitas. setelah itu bangunkan 2 teman kalian sesuai jadwal untuk saling mengajari main gitar. Sesudah membangunkan dan mengantar mereka ke tempat ini, kalian boleh melanjutkan tidur. Selamat berlatih” lalu sang instruktur meninggalkan dua peserta tersebut yang tak lama kemudian saling ajar mengajari bermain gitar. Jrang-jreng jrang jreng…. Di kesunyian malam itu lalu terdengar petikan dan genjrengan gitar, kadang-kadang ditimpa suara nyanyian yang terbata-bata.
Belajar Main Gitar

Ternyata, tak hanya dua orang peserta tersebut yang beraktivitas di dini hari itu. Di beberapa tempat lain ada juga pasangan-pasangan yang sedang melakukan berbagai kegiatan. Di sebuah sudut tempat ada sepasang peserta yang sedang membuat origami seperti contoh, namun tidak diperbolehkan menyentuh obyek contohnya, tentu saja ditemani sebatang lilin menyala. Di tempat lain ada sepasang peserta yang sedang menyelesaikan tantangan, bagaimana bisa mengangkat 14 batang paku yang berukuran besar, hanya dengan bertumpu pada 1 paku yang ditancapkan vertikal di sebuah balok kayu. Tak kalah serunya adalah peserta yang mencoba menyusun puzzle dari 10 batang balok kayu yang rata-rata beratnya 3 kilogram.

Hei, apa sih yang sebenarnya sedang terjadi antara pukul 23.30 malam itu sampai sekitar pukul 04.00 paginya? Kenapa para peserta pada bergentayangan di kegelapan untuk melakukan kegiatan yang sepintas kayak kurang kerjaan saja. Apakah mereka sedang mendapat misi khusus? Atau mereka lagi kena hukuman, atau ada apa? Inilah yang sebentar lagi akan saya tuliskan. Pengalaman dalam seminggu terakhir yang saya timpakan pada 2 kelompok peserta pelatihan di tempat dan waktu yang berbeda.

Saya belum bisa memberi judul aktivitas sejenis itu, selain dinamai “misi malam.” Kalau duluuuuu waktu saya masih mengikuti kegiatan kepramukaan, ada yang namanya jurit malam. Saat jurit malam, kita diajak, eh, lebih tepatnya disuruh sendirian/ berkelompok melewati tempat-tempat yang dianggap menyeramkan, dan di tempat-tempat tertentu ditakut-takuti entah dengan suara-suara, gerakan pohon, juga bau-bauan. Kata kakak pembina, itu untuk melatih mental keberanian; asyik juga sih. Misi Malam adalah sejenis dengan jurit (atau jerit, sih?) malam, namun dengan sifat tantangan yang berbeda.  Pada Misi Malam, peserta lebih ditantang pada urusan keberanian menghadapi/ mempelajari sesuatu yang baru, sesuatu yang mungkin terpikir tidak mungkin untuk mereka lakukan disaat normal. Tantangan juga ada pada bagaimana mereka membunuh/ mengelola kebosanan dan kengantukan manakala tantangan sudah terselesaikan. Belum lagi tantangan bagi mereka yang takut akan kegelapan dan kesunyian, hiiii…….

Konteks Misi Malam adalah sebagai  salah satu program kegiatan dalam sebuah proses pelatihan pengembangan karakter. Acara ini dilangsungkan pada malam pertama di antara dua malam peserta menginap di lokasi pelatihan. Program ini dirancang untuk menguji seberapa tabah peserta menikmati tantangan yang bisa jadi menurut pemikiran mereka mustahil, sangat sulit, tidak mengenakkan, menakutkan, membosankan, atau malah nggak jelas ujung pangkalnya. Suka atau tidak suka mereka harus bangun pada waktu tertentu untuk mengerjakan tantangan tersebut. hmfhh….. cape’ deh. Eit,… tunggu dulu, ternyata hampir semua peserta malah menikmati penugasan malam tersebut lho; itu terdeteksi ketika keesokan harinya kami mengajak mereka bincang-bincang.


Penugasan malam didasari oleh teori bahwa seseorang akan lebih banyak belajar jika dia dibawa keluar dari zona nyamannya. Saya tidak akan membahas teori yang saya amini itu, tapi lebih pada penerapan pernyataan tersebut. Secara umum zona nyaman seseorang terbagi dalam 2 jenis, yang pertama kenyamanan berpikir/ merasakan, dan yang kedua adalah kenyamanan secara fisik. Sebenarnya ada jenis ketiga, yaitu gabungannya.

Kenyamanan berpikir/ merasa lebih pada keinginan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pemikiran. Contohnya, ada seseorang yang lebih nyaman ngemelamun atau tidak memikirkan hal-hal yang berat. Ketika yang bersangkutan diberi tugas menyelesaikan sudoku atau teka-teki silang, maka itu sebuah ketidaknyamanan baginya. Kenyamanan fisik lebih jelas terdeteksi, misalnya orang lebih nyaman tidur di dalam kamar, di atas kasur empuk berselimut kain yang menghangatkan, daripada tidur di atas matras, di dalam sleeping bag, di dalam tenda yang kadang menyusupkan dinginnya angin malam.

Misi Malam lebih menekankan membawa orang keluar dari zona kenyamanan berpikir dan merasa. Manakala kegiatan harus dilaksanakan malam hari, di saat senormalnya mereka tidur, tentu jadi tantangan tambahan. Kegiatan yang dilakukan di tempat terpencil, sunyi, dan gelap, pasti akan menambah ketidaknyamanan. Ditambah tekanan bahwa tugas harus diselesaikan dalam waktu tertentu, tentu itu bisa bikin peserta stres. Tampaknya cukup sudah porsi ketidaknyamanan yang dikondisikan pada peserta. Pilihan peserta ketika menerima “musibah” ini bermacam-macam; dia bisa memilih takut, ngeri, enggan, menolak, atau sebaliknya, senang, asyik, dan penasaran hendak mencobanya. Misi Malam dapat pula dikontekskan dengan bagaimana jiwa kepemimpinan seseorang ketika menerima tugas/ misi baru nan menantang. Kombinasi antara pikiran, perasaan, dan pengalaman mengarungi tugas ini yang pada saatnya nanti di-sharingkan untuk dimaknai. 

Hal yang tidak boleh dilupakan adalah setelah penugasan malam, peserta diajak untuk berbagi pengalaman guna memaknai segala apa yang sudah dialaminya.  Dalam dua kesempatan melaksanakan kegiatan ini, saya membagi peserta dalam beberapa kelompok. 1 kelompok terdiri dari orang-orang yang mendapat tugas berbeda. Penceritaan diawali dengan perasaan yang dialami peserta ketika pertama kali mendapat tugas tersebut, kronologis dan perasaan peserta saat dan setelah melaksanakan tugas, dan diakhiri dengan makna/ pelajaran/ nilai apa yang bisa diambil tiap peserta terkait proses pembelajaran tersebut.
Origami yang bikin pening, 30 menit nggak terpecahkan rahasianya.
Nah, kini saya akan berbagi tentang teknis merekayasa penugasan malam. 


Pertama, kita tentukan alternatif misi/ tugas yang akan ditimpakan pada peserta. Lalu kita adakan penjajakan/ survey secara tidak langsung sejauh mana peserta sudah pernah/ sudah bisa menyelesaikan tugas tersebut. Jenis tugas biasanya dibuat justru bertolak belakang dengan kondisi kenyamanan peserta. Misalnya tugas belajar bermain gitar justru akan ditimpakan pada peserta yang sama sekali belum pernah bermain, atau bahkan memegang gitar. Tugas belajar menyanyikan sebuah lagu sesuai notasi yang disediakan, tentu akan ditimpakan pada mereka yang sangat awam dalam menyanyi, apalagi membaca not. 

Hal berikutnya adalah mendistribusikan misi-misi tersebut pada peserta. Ada misi yang dapat dilakukan secara individu, ada pula berpasangan. Tidak menutup kemungkinan suatu misi juga dilaksanakan oleh 3 atau 4 orang. Perbandingan jumlah peserta, jenis misi, dan jumlah instruktur akan dikombinasikan secara pas sehingga program dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Sebagai contoh, misi belajar dan mengajar main gitar diberikan pada 2 orang yang salah satunya sudah bisa bermain gitar, sementara pasangannya belum bisa. Tugas menyanyi lagu baru sesuai not, diberikan pada pasangan/ kelompok yang salah satu anggotanya memang bisa menyanyi dan membaca not. Waktu pelaksanaan tugas juga mesti kita tentukan, misalnya semua jenis tugas akan dilaksanakan selama 45 menit.

Penjelasan, jadwal dan urutan penugasan adalah sesuatu yang perlu dipahami oleh peserta sebelum mereka beranjak tidur. Secara berkelompok, peserta diajak ke lokasi tertentu di mana mereka akan melaksanakan tugas. Dalam kelompok tersebut lalu dibagi lagi dalam beberapa kelompok kecil untuk menetapkan kelompok mana yang akan bertugas pertama kali, kedua, ketiga, dan seterusnya. Waktu penugasan juga dipaparkan pada semua peserta; misal kelompok pertama melaksanakan misi pada pukul 00.15 – 01.00, kelompok kedua pada 01.00 – 01. 45, kelompok ketiga pada 01.45 – 02.30, dan seterusnya. Deskripsi misi hanya diberikan sekilas untuk membuat peserta penasaran, atau boleh juga sama sekali tidak diberikan. Hal tersebut ditentukan oleh seberapa rumit jenis tugasnya.

Pada saatnya nanti, kelompok pertama membangunkan instruktur untuk menuju lokasi pelaksanaan, sekaligus mendapat deskripsi misi secara lebih jelas. Ketika kelompok sudah mulai melaksanakan misinya, instruktur bisa mengawasinya dari jauh, atau bisa juga ditinggal tidur kembali; ini juga tergantung dari aspek keamanan dan keselamatan peserta tinggal di lokasi tersebut untuk menyelesaikan misi. Ketika waktu pengerjaan tugas kelompok pertama selesai, mereka harus membangunkan kelompok kedua untuk mengerjakan tugas yang sama, demikian seterusnya sampai semua kelompok peserta kebagian melaksanakan misi.
Latihan nyanyi di dini hari, hiiiii....

Nah, sementara begitu, teman-teman pembaca, beberapa kelumit 2 pengalaman mengadakan pelatihan pengembangan karakter berbasis Experiential Learning dalam seminggu terakhir. Semoga menginspirasi. Alih-alih mengadakan kegiatan malam yang berat, menyeramkan, dan merepotkan, kita bisa mencoba Misi Malam yang tak kalah heboh, tapi dengan muatan yang tak kalah berbobot.

Selamat mengarungi malam dengan misi-misi menantang.

Palembang, 27 Maret 2012,
Salam, Agustinus Susanta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar