yuk main-main....

Informasi lebih rinci silakan hubungi 08127397697 atau melalui email playonsriwijaya@gmail.com

Rabu, 28 Maret 2012

Jangan-jangan


Setelah disuguhi mie rebus hangat berkuah, dengan ditemani gorengan plus cabe rawit, saya diajak berkelana menuju sebuah tempat yang eksotis. Pagi itu bersama seorang sahabat yang baru saja ketemu 4 hari sebelumnya, saya menjelajah hutan pinus dan sungai. Pak Darmin, demikian saya menyebut sahabat saya tersebut, memboncengkan saya dengan motornya menyusuri lekak lekuk jalanan pedesaan di daerah Megamendung, Puncak. Di sebuah perhentian, dia memarkirkan motornya untuk lalu mengajak saya menyusuri jalan setapak di tepian hutan pinus. Lembah yang menghampar diakhiri dengan pandangan ke Gunung salak yang berdiam nun jauh disana, menjadi pemandangan yang mengagumkan. Apalagi di beberapa puncak bukit, pucuk-pucuk pinus masih berselimut kabut pagi, ah… sulit dituliskan.
Eksotis
Sambil menyusur jalan setapak, kami melanjutkan obrolan dengan akrab, lho, kok melanjutkan obrolan, apakah sebelumnya kami pernah ngobrol? Ternyata pernah, 4 hari sebelum saat ini; nantilah saya ceritakan kronologisnya. 

Tak berpa lama, kami turun ke sungai dan menyusurinya. Sungai Burangrang (kalau tak salah, begitulah dinamakan) mengalirkan air yang jernih, walau semalaman hujan turun di daerah Mega Mendung. Debit air sungai juga masih normal, tidak membanjir layaknya sungai di area hilir. Ternyata kestabilan dan kejernihan air sungai tersebut karena memang sungai yang sedang kami susuri tersebut berada di daerah hulu, mendekati puncak sebuah perbukitan. Di area tersebut juga tidak ada lagi pemukiman penduduk yang berpotensi mengotori sungai. Wajar jika sungai itu sangat ideal untuk kegiatan jelajah sungai; begitu antara lain yang diceritakan oleh Pak Darmin.

Usai mencicipi susur sungai, kami naik ke daratan untuk melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan Pak Darmin dengan semangat menceritakan banyak hal, termasuk jejak-jejak karya dia di daerah itu yang masih nampak bukti fisiknya. Kami ngobrol bagaikan dua orang yang sudah kenal lama sekali, padahal kami baru saja bertemu beberapa hari, kenapa yha? Nantilah saya ceritakan.

Usai menjelajah hutan dan sungai, kami kembali pulang ke rumah Pak Darmin, tentu saja setelah mengambil motor yang tadi diparkirkan. Saya diajak mampir ke 2 tempat yang biasa digunakan Pak Darmin untuk melaksanakan kegiatan pelatihan berbasis experiential learning. Saya dikenalkan pada mereka yang menjaga/ mengelola tempat tersebut. Rupanya Pak Darmin juga sudah dianggap saudara oleh para pengelola tersebut, terlihat dari keakraban diantara mereka. Oh yha, selama penjelajahan singkat pagi itu, lak lupa saya jeprat sana jepret sini dengan kamera, kapan lagi punya kesempatan emas seperti itu? Kapan yha?...
begitu jernih air mengalir

Nah sekarang saya mau cerita tentang konteks perjalanan penyusuran saya di hutan dan sungai tersebut.
Mulai sekitar  5 bulan lalu saya mulai berkenalan dengan beberapa teman melalui dunia maya, tepatnya melalui facebook. Kami terkenalkan satu sama lain karena ada kesamaannya, yaitu pegiat, pemerhati, pelaksana, bahkan mungkin ada juga pengkritik metode kegiatan experiential learning. Walau pada awalnya tidak saling kenal, namun karena ada kesamaan minat, toh kami mulai berinteraksi di dunia maya, tanpa sekali pun berjumpa langsung. Nah, Pak Darmin yang telah saya sebut-sebut di awal tulisan ini adalah salah satu sahabat baru yang terkoneksi akibat internet.

Dalam diskusi di dunia maya, ada banyak sekali cerita yang detilnya tak perlu lah saya ceritakan, intinya sih seru. Ada pendapat yang sama, beda, selisih, saling melengkapi, bahkan saling mengguyonni. Saya merasakan ada cukup banyak kesamaan pengalaman dan pandangan antara saya dengan Pak Darmin dalam hal experiential learning, dibandingkan dengan teman-teman yang lain. Barangkali Pak Darmin juga mearsakan hal yang serupa, entahlah.

Nah, di awal Maret tahun ini saya ingin memperdalam sekaligus memperlebar pengalaman tentang experiential learning melalui kegiatan TOT, Training of Trainer, begitulah yang dituliskan oleh panitia penyelenggaranya. Kebetulan lokasi TOT dekat dengan tempat tinggal Pak Darmin, di sekitar Bogor. Jadilah kami berdua janjian untuk ketemuan untuk lebih banyak lagi ngobrol tentang pernak pernik experiential learning. 

Oh yha, 2 tahun lalu saya juga mengikuti kegiatan serupa TOT, waktu itu diselenggarakan oleh PAC di Pringayu, Ciawi, Bogor. Pada kesempatan itu saya banyak belajar pada Mas Enda Mulyanto, Kang Tonny Dumalang, terta teman-teman fasilitator PAC. Di kesempatan itulah saya baru mendalami tentang experiential education. Kini 2 tahun setelahnya semangat yang sama membawa saya ke Lembah Mandiri untuk Mengikuti TOT yang diselenggarakan Dewananta Outbound. Keinginan saya untuk lebih banyak mengunjungi tempat-tempat pelatihan di Puncak, dan bertemu langsung dengan para instruktur di sana tampaknya bakal segera terwujud.

Singkat cerita, seturun saya dari pesawat, naik Bus Damri ke Bogor, dan disambung angkot meuju lokasi TOT, saya bertemu dengan Pak Darmin di simpang tiga arah Pasir Muncang. Dengan dibonceng motornya, saya diantar ke lokasi TOT. Kebetulan Pak Darmin juga ada urusan dengan pengelola Lembah Mandiri; kok kaya kebetulan yach

Sampai di sana, saya dikenalkan dengan Kang Budi sebagai pengelola lokasi, dan setelah itu kami bertiga ngobrol dengan asyik. Pak Darmin begitu bersemangat menceritakan pengalaman panjangnya berkecimpung dalam dunia experiential learning, khususnya di daerah Jakarta dan Bogor. Banyak hal yang bisa saya jadikan inspirasi, baik secara konseptual maupun teknis, pokoknya seru deh. Saat itu saya berpikir, tidak dengan semua orang Pak Darmin bisa bercerita dengan begitu terbuka, termasuk tentang strategi pelatihan/ pendampingannya, kenapa dengan saya yang baru jumpa beberapa jam bisa mengalir segala cerita tadi, aneh deh.

Menjelang sore, saya diajak menemui salah seorang sahabat Pak Darmin yang mengelola sebuah lokasi pelatihan, juga dengan program arung jeramnya. Sebenarnya memang Pak Darmin hari itu ada urusan dengannya, tapi kok yha masih mau mengajak saya ke sana.

Pak Darmin, Kang Ujang, dan Saya
Setelah hampir setengah jam saya dibonceng motornya, meliuk-liuk di antara padatnya jalan arah Sukabumi, akhirnya sampai juga kami ke tempat sang sahabat. Tambah lagi seorang sahabat baru saya di sana, sahabat yang biasa mengelola arung jeram, asyiiiiik. Cara pandang Pak Darmin adalah membangun jejaring; makin banyak jejaring yang dimiliki maka pada suatu saat itu akan memudahkan seseorang dalam berkegiatan kelak. Walau saya berasal dari Palembang, tapi Pak Darmin enjoy saja berpikir, siapa tahu suatu saat saya dapat klien yang mau pelatihan di Puncak dan sekitarnya, maka kini saya sudah dapat referensi. Sebuah pemikiran yang patut dihargai dan diapresiasi.

Usai dari sana saya diajak melihat-lihat beberapa lokasi pelatihan berbasisi experiential learning. Termasuk beberapa yang pernah dikelola oleh Pak Darmin. Tak lupa pada kesempatan itu saya diajak mampir ke markas pelatihan Pak Darmin, sebuah villa sederhana berpemandangan eksotis ke arah Gunung Salak. Ketika malam menjelang, saya diajak mampir ke rumah Pak Darmin, dikenalkan dengan sang istri dan anggota keluarga lainnya. Keakraban, bahkan rasa kekeluargaan sangat saya rasakan pada perjumpaan tersebut, padahal,…. tahu kan, baru hari itu kami berjumpa. Pada kesempatan itu saya serahkan oleh-oleh yang saya bawa dari Palembang untuk Pak Darmin, yaitu 2 buah buku tulisan saya. Tak perlu saya ceritakan betapa enaknya saya disuguhi nasi goreng di sana, lho ini sudah cerita, he he he….

Highland

Malam hari saya diantar kembali ke Lembah Mandiri, dengan membonceng motor Pak Darmin, meliuk-liuk di Jalan Puncak yang selalu ramai selama kurang lebih setengah jam. Usai mengantar, Pak Darmin tidak lupa kembali mengajak saya untuk setelah TOT jalan-jalan melihat lebih banyak lokasi pelatihan di Puncak dan sekitarnya. Tentu saja tawaran tersebut saya terima dengan senang hati, termasuk untuk menginap di rumahnya, Rabu malam usai saya TOT. Itulah penggalan awal kisah perjalanan saya dengan Pak Darmin sebelum menyusur sungai pada hari keempat perjumpaan kami. 

Kembali pada saat kami selesai menyusur sungai, kami kembali ke rumah Pak Darmin, sarapan lagi, lalu saya bersiap pulang ke Palembang. Pak Darmin kembali mengantarkan saya sampai Ciawi dengan motornya untuk kemudian saya lanjutkan perjalanan dengan angkutan kota, Bus Damri, dan akhirnya pesawat terbang ke Palembang. Terima kasih Pak Darmin atas segala apresiasinya.

Nah, apa sih maksud saya menuliskan kisah menarik ini? Yang jelas saya mau menuliskan rasa kepenasaranan saya terhadap apa yang sudah Pak Darmin lakukan terhadap saya. Sejujurnya, cieee…. Pemikiran saya untuk ikut TOT hanya sebatas belajar bersama para Instruktur dan teman-teman peserta di lokasi TOT. Tak pernah terbayangkan saya bisa mengunjungi banyak lokasi pelatihan di Puncak dan sekitarnya, dimana itu menjadi inspirasi saya dalam merekayasa sebuah program pengembangan manusia. Memang sejak 2 tahun lalu ada keinginan untuk merasakan itu; bertemu teman-teman pegiat experiential learning, ngobrol, sekaligus melihat-lihat lokasi pelatihannya. Eeee… ternyata keinginan tersebut bisa mewujud berkat interaksi saya dengan Pak Darmin.

Pertanyaan yang berganyut di benak ini masih ada, yaitu kenapa Pak Darmin bisa begitu semangat dan menyambut saya dalam suasana kekeluargaan, terlebih lalu berkenan menceritakan banyak hal tentang program pelatihan yang sering dia bawakan. Bukankah bagi beberapa orang/ provider bukan hal yang biasa menceritakan “isi dapur” pada pihak lain? Tapi yang saya rsakan, Pak Darmin begitu tulus mengobrolkannya. Aneh. Yang lebih aneh, Pak Darmin sebelumnya hanya mengenal saya melalui beberapa tulisan di blog, serta pandangan dan komentar di grup AELI versi facebook. Saya mempertanyakan dan memperanehkan, tapi juga mencurigai sebuah kemungkinan, apa itu?

Jangan-jangan Pak Darmin memandang saya (melalui berbagai tulisan/ pandangan/ komentar) sebagai orang yang terbuka dan mau berbagi pengalaman (untuk tidak mengatakan berbagi ilmu) dengan sebanyak mungkin orang. Memang sih, saya lebih banyak menuliskan/ menyampaikan  sesuatu berdasarkan apa yang pernah saya lakukan/ geluti. Jangan-jangan Pak Darmin melihat saya sebagai orang yang (walau sudah punya beberapa kelumit pengalamn) masih sadar untuk mau belajar dari yang lain. Memang saya orang yang akan terus belajar, buktinya jauh-jauh dari Palembang ke Bogor untuk jadi peserta TOT; padahal ada seorang teman yang menyampaikan, mestinya saya sudah pantas menjadi pemateri di TOT tersebut, bukan malah jadi peserta. 

Pak Darmin Sang Marinir
Jangan-jangan yang terakhir, jangan-jangan jangan-jangan yang pertama dan jangan-jangan yang kedua tadi memang benar dan itu sama dengan mindset/ paradigma yang dimiliki Pak Darmin; sehingga beliau merasa menemukan sahabat baru yang seide dengannya untuk lebih mengembangakan diri dan orang lain. 

Pernah, ada seorang teman yang menyarankan pada saya untuk tidak “mengobral” pengalaman pendampingan, khususnya melalui tulisan/ buku/ foto, dengan alasan itu adalah “modal” yang membedakan saya dengan fasel yang lain. Saya sih menghargai pendapat itu, walau saya tidak sepenuhnya setuju. Setidaknya sampai saat ini Saya masih menganut faham Tuhan memberikan inspirasi kreativitas pada kita (melalui banyak hal) untuk menyusun program pendampingan melalui experiential learning, jadi kenapa kita harus pelit berbagi? Saya belum menemukan kerugian jika kita berbagi pengalaman tersebut pada orang lain. Justru ketika ada orang lain yang terinspirasi dari pengalaman kta, dan dia membuat yang serupa dan itu mengembangkan lebih banyak orang, wow, luar biasa khan kita bisa memberi manfaat?

Jangan-jangan, jika saya menyimpan rapat-rapat semua pengalaman pendampingan saya, tidak ada orang terinspirasi dengan pengalaman tersebut. Jika tidak ada yang terinspirasi dengan kita, yha siapa yang akan mengapresiasi kita? Jika itu yang terjadi, bisa dipastikan saya tidak akan berjumpa dengan Pak Darmin, tidak ada yang mengajak jalan-jalan ke berbagai lokasi pelatihan di Puncak, tak ada yang mengenalkan kawan dan relasi baru, dan yang pasti saya tidak akan menikmati nasi goreng lezat di rumah Pak Darmin dalam suasana kekeluargaan.

Semoga menginspirasi, Palembang 28 Maret 2012.
Salam, Agustinus Susanta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar