yuk main-main....

Informasi lebih rinci silakan hubungi 08127397697 atau melalui email playonsriwijaya@gmail.com

Kamis, 29 September 2016

Merancang Lokasi Outbound




Outbound tidak sekedar flying fox, lho... Maka merancang lokasi outbound tidak sama dengan membuat instalasi high rope/ flying fox.
Seperti ada rahasia takterpendam di antara para Fasel (Fasilitator Experiential Learning) atau Outbounder (istilah untuk pemandu/ instruktur outbound) mengenai lokasi-lokasi favorit kegiatan outbound/ pelatihan luar ruangan. Pun saya yang berlatar belakang Arsitek namun juga mendapatkan sertifikasi Fasel tingkat Utama, merasakan nuansa tertentu tiap melaksanakan kegiatan “outbound” di tempat-tempat yang baru. Tak sekedar ngurusin program, tetapi tanpa tersadari, benak ini akan mengalkulasi seberapa asyik tempat tersebut menjadi lokasi outbound. Ya, apalagi saya juga beberapa kali terlibat merencanakan dan mewujudkan berbagai lokasi outbound (dengan hasil sebagian mati suri, dan separuhnya masih jalan); kepenasaranan untuk membandingkan efektivitas lokasi outbound selalu merunyak. Nah, pengalaman itulah yang ingin saya bagikan dalam catatan ini, yaitu mengenai bagaimana sih merancang lokasi outbound yang efektif, dari kacamata Arsitek sekaligus Outbounder?


   
Sebelum dilanjutkan, perlu ditegaskan kenapa saya menggunakan frasa “outbound,” bukan pelatihan luar ruangan, experiential learning, adventure based learning program, atau sebutan lainnya untuk merujuk kegiatan “itu.” Bagi saya, istilah outbound atau experiential learning masih seru untuk terus diperdebatkan (bagi mereka yang ingin mendebatkannya, tentunya). Outbound dalam catatan ini mengacu pada kegiatan/ dinamika/ tantangan/ permainan di luar ruangan, petualangan, penjelajahan alam, perkemahan, diskusi, olahraga, dan sebagainya. Itulah upaya paling sederhana menjelaskan apa saja contoh aktivitas fisik dalam outbound; tanpa merujuk pada tujuannya. Apakah kegiatan itu bersifat rekreatif atau diklaim sebagai program edukasi, experiential learning, atau bahkan terapi, ya silakan saja.



Karena urusan perancangan itu adalah domain para perancang atau Arsitek, maka saya akan mengawalinya dari kacamata arsitektur. Apa itu arsitektur? Arsitektur adalah seni, ilmu, dan teknologi yang berkaitan dengan perancangan bangunan, dan atau penciptaan ruang untuk mewadahi kegiatan manusia.  Menurut Vitruvius, seorang Arsitek legendaris pada jaman Romawi, yang bukunya De Architectura menjadi patron ilmu arsitektur; karya arsitektur yang baik cukup memiliki 3 unsur utama saja, yaitu: Venustas atau Keindahan/ Estetika, Firmitas atau Kekuatan, dan Utilitas atau Kegunaan/ Fungsi. Arsitektur dapat dikatakan sebagai hasil karya manusia yang menyeimbangkan ketiga unsur tersebut, tanpa satu unsur pun yang melebihi unsur lainnya. Cukup simpel, khan?


Prinsip Merancang

Kini kita masuk dalam alur perancangan umum suatu karya arsitektur; yang sejatinya mirip dengan perancangan program experiential learning/ outbound. Jika pada proses perancangan outbound diperlukan data tujuan dan kondisi peserta untuk diolah berprogram di lokasi tertentu, dalam waktu tertentu pula; maka untuk merancang karya arsitektur juga diperlukan 2 informasi/ data dasar, yaitu seperti apa eksisting/ lokasi atau tempat yang akan dirancang, dan apa fungsi/ aktivitas yang akan dilakoni di sana. Nah, dalam konteks pembuatan lokasi outbound sebagai sebuah usaha/ bisnis, maka tinjauan tentang nilai investasi (di dalamnya termasuk pengelolaannya) juga perlu dipertimbangkan. Hasil olahan 3 hal tadi akan menghasilkan suatu disain; yang biasanya dituangkan dalam sebuah gambar, maket, dan atau animasi visual; ya sesederhana itu alurnya. Namun dalam praktiknya, ditambah dengan pemenuhan tuntutan 3 pilar arsitektur yaitu fungsi, kekuatan, dan estetika, maka lengkaplah sudah ekspektasi perancangan lokasi outbound tersebut. Tinggal kini sang Arsitek yang pening mengolah semua hal tadi menjadi suatu disain yang ciamik; ilmu mengolah yang lebih cocok disebut sebagai  seni merancang.


Suasana diskusi/ refleksi di luar ruangan sebagai pelengkap outbound

“Sekedar” membuat lokasi outbound, adalah hal yang mudah bagi mereka yang punya modal/ pendanaan. Namun urusan melanggengkannya sehingga tetap menjadi lokasi outbound favorit outbounder, itu adalah hal yang berbeda. Hal merancang dan membangun lebih didominasi oleh kompetensi Arsitek dan Kontraktornya, namun hal “kelangsungan hidup” lebih pada domain pengelolaannya. Saya punya beberapa pengalaman menarik betapa pengelolaan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan lokasi outbound; salah duanya seperti ini.

Saya pernah merancang dan membangunkan lokasi outbound seluas sekitar 3 hektar di lokasi milik negara yang awalnya adalah semak belukar. Karena ada itikad dari “penguasa” lokasi, terutama dalam hal pendanaan, maka dalam waktu singkat terbangunlah sebuah lokasi outbound yang dilengkapi dengan instalasi high rope, flying fox, kolam, camping ground, arena penjelajahan, lapangan, dan beberapa instalasi permainan terpasang. Awalnya lokasi tersebut ramai digunakan, karena petinggi lembaga memang mendukung program outbound tersebut, dengan mengerahkan stafnya untuk aktif menjadi instruktur. Namun seiring beberapa kali pergantian kepala di lembaga tersebut, maka sistem pengelolaan arena outbound tersebut juga bergeser. 3 tahun setelah peresmian, sekarang yang teramati di sana adalah kesepian, dedaunan kering beterbangan kemari kesana, instalasi high rope entah kemana, serta beberapa instalasi permainan terlepas atau rusak bagai baru saja dimainkan oleh raksasa, dan pendopo pertemuannya pun diseraki aneka perlengkapan outbound yang sebagian sudah rusak. Bisa dipastikan bahwa tempat itu sudah sangat jarang digunakan. Tragis memang.

Kisah kedua. Seumumnya hutan pinus bertinggi belasan meter yang dijadikan lokasi outbound, itu adalah kondisi ideal yang diidamkan para outbounder untuk berkegiatan. Hutan itu menjadi tempat wisata yang berada di tengah kota besar dengan pencapaian yang sangat mudah, mestinya menjadi magnet yang sangat mendukung untuk menarik wisatawan. Namun anomali terjadi di tempat yang indah dan asri tersebut. Sepengamatan saya, beberapa provider outbound sudah silih berganti menangani outbound sampai memasang berbagai instalasi permainan di sana, termasuk high rope dan flying fox. Namun faktanya, lokasi tersebut justru tidak menjadi pilihan utama untuk outbound. Berdasarkan perbincangan dengan beberapa teman yang pernah terlibat di sana,  hutan yang dikelola negara tersebut menerapkan pengelolaan yang ribet bagi investor yang ingin mengembangkannya sebagai lokasi outbound. Apa yang kini terjadi di sana? Instalasi yang dulu ramai untuk outbound saat pertama dipasang, kini terbengkalai dan malah membahayakan jika digunakan tanpa perbaikan; sayang memang.

Itu tadi 2 contoh ribetnya pengembangan lokasi outbound yang berafiliasi pada instansi milik negara/ pemerintah. Namun jangan khawatir, masih banyak juga lokasi outbound yang bisa berkembang walau berada di lokasi milik negara; salah satu kunci keberhasilannya adalah metode (kerjasama) pengelolaannya. Lalu apakah lokasi outbound yang dikembangkan oleh individu/ swasta pasti berhasil? ternyata tidak selalu juga. Perjalanan saya ke puluhan lokasi outbound, baik di Jawa maupun Sumatera menegaskan hal itu. Ada sebagian yang masih berjaya, tetapi ada pula yang tinggal artefak atau bekas-bekasnya saja. Penyebabnya tentu bermacam-macam, namun sayangnya tidak akan kita bahas dalam catatan ini, itu nanti di catatan yang lain saja. Saya hanya mau menegaskan, bahwa hal penting untuk melanggengkan hasil pembangunan lokasi outbound adalah pengelolaan; itu saja sih.

pertemuan kelompok besar
Cmping Ground di lokasi wisata

Kebetulan saat ini ada 1 lokasi outbound yang sedang saya kelola, dan 2 lokasi lain yang sedang saya rancang sebagai tempat outbound. Bagaimana sih sebenarnya teknik merancang lokasi outbound? Berdasarkan pengalaman belasan tahun sebagai Arsitek dan juga Fasilitator Outbound, maka yang lalu terpikir di kepala adalah proses, eh, seni merancang yang melibatkan 3 hal utama, yaitu:
  1. Kondisi lokasi/ bentang alam yang akan dikembangkan,
  2. Jenis aktivitas/ dinamika yang (biasa dilakukan dan) bisa di lakukan di lokasi tersebut,
  3. Berbagai skema investasi & pengelolaan lokasi.


Banyak hal yang bisa diuraikan dari 3 hal tersebut; dalam hal ini Arsitek, pemilik lokasi/ pemodal, dan pegiat outbound yang memahami seluk beluk kegiatan outbound perlu duduk bersama guna menyamakan persepsi tentang aktivitas outbound yang akan dibuatkan tempatnya.  Semua informasi, data, dan idealisme tentunya tak bisa berdiri sendiri-sendiri, namun berkelindan saling memengaruhi proses perancangan yang diupayakan memenuhi kaidah:
  1. Utilitas/ kegunaan/ fungsi; artinya bisa mewadahi aktivitas yang sesuai dengan segala unsur penunjangnya,
  2. Firmitas/ kekuatan; artinya lokasi tersebut harus kuat dan aman untuk digunakan, baik secara struktur bangunan, maupun bentang alamnya.
  3. Venustas/ keindahan/ estetika; artinya kompleks outbound tersebut perlu tampil indah, menawan enak dilihat dan dirasa.


Dalam catatan ini, kita hanya akan membahas beberapa hal yang prinsip saja, sedangkan pengembangannya bisa fleksibel disesuaikan dengan kondisi setempat. Nah, berikut ini adalah prinsip-prinsip perancangan lokasi outbound.


Batasan Rancangan

Tidak semua keinginan atau idealisme pemilik/ pengelola bisa sekaligus ditampung dalam suatu lokasi. Pastikan bahwa ekspektasi rancangan memang sudah kontekstual. Sebagai contoh nih, pada lahan seluas 1 hektar (saja) akan dibuat fasilitas outbound yang bisa menampung sampai 500 orang untuk outbound, bisa berkemah, ada ruang aula, serta 1 kolam untuk permainan kano. Wajarkah? tunggu, jika ditelisik, apa ya mungkin dalam lahan misalnya 100 x 100 meter persegi (itu = 1 hektar) bisa mewadahi aktivitas yang dicontohkan tadi? Lha untuk parkir seandainya separuh pengunjung bawa mobil saja sudah kewalahan.
Ya, baik Arsitek maupun pemilik perlu realistis dan menetapkan batasan akan sejauh apa apa lokasi tersebut mau dibangun? Tentu ada analisis awal kenapa sang investor berkehendak membangun lokasi outbound di tempat tersebut.

Analisis Tapak dan Zoning

Analisis tapak adalah proses mengaji kondisi tapak yang akan memengaruhi karakter aktivitas di lokasi tersebut guna menentukan zoning/ tata ruang atau bentuk bangunan.  Apa yang dianalisis? macam-macam, misalnya: kondisi tanah, pencapaian ke lokasi, ketersediaan sumber air bersih, jenis tanaman yang ada dan bisa tumbuh, kemiringan lahan, dan orientasi terhadap sinar matahari. Sebagai contoh, ketika kita akan membuat lapangan bola voli, disain yang keliru adalah membuat lapangan membujur pada sisi timur dan barat, kenapa? Karena jika lapangan tersebut digunakan saat pagi atau sore hari, maka ada kondisi taknyaman ketika suatu tim terpapar langsung silau matahari saat bermain. Nah, sepele, tapi bisa menyebalkan khan?

Analisis tapak juga bisa digunakan untuk memaksimalkan bentang alam yang ada untuk menunjang fungsi lokasi. Jika memungkinkan, saya akan membagi zoning lokasi outbound menjadi 4 bagian, yaitu: darat, air, udara, dan dalam ruang. Apa maksudnya?


Zona Darat


Aktivitas grup kecil di daratan
Zona “darat” digunakan untuk sebagian besar basis permainan dan area pertemuan, baik kelompok  besar maupun kecil.  Beberapa kondisi yang mendukung misalnya:
  • Secara umum sebaiknya tanah berrumput, terutama di lapangan dan lokasi perkemahan/ pertendaan.
  • Pada beberapa titik dinamika, perlu mendapat perlindungan pohon-pohon besar, supaya ketika berkegiatan pada siang hari, terik sinar matahari bisa tertahan.
  • Daratan direkayasa sedemikian rupa sehingga tidak menggenangkan air hujan, apalagi berpotensi menjadi becek pada titik-titik permainan.

Zona Air

Perairan merupakan area yang bisa digunakan sebagai lokasi dinamika, juga menjadi sumber air untuk  dinamika di darat. Unsur air sungguh sangat membantu proses outbound, mengapa? karena
  • Bermain di atau dengan air berpotensi membuat basah seseorang. Basah adalah kondisi yang tidak biasa dialami seseorang, kondisi luar biasa biasanya selalu dikenang seseorang. Ketika kita memberikan nilai-nilai tertentu ketika seseorang sedang mengalami kondisi luar biasa, yakinlah nilai-nilai tersebut lebih terinternalisasi.
  • Bermain di atau dengan air mempunyai resiko basah sampai tenggelam, maka seseorang akan berusaha maksimal untuk menyelesaikan dinamika supaya tidak menanggung resiko tersebut. Usaha maksimal adalah sesuatu yang bagus dalam sebuah proses. Keberhasilan dalam dinamika yang berhubungan dengan air juga bisa membawa kebanggaan tersendiri bagi seseorang.
  • Kebersamaan suatu kelompok ketika dalam kondisi basah atau berjuang di perairan akan lebih terasa. Dalam banyak hal, kebersamaan dan kekompakan berperan penting dalam mengembangkan kualitas seseorang/ kelompok.
  • Air juga bisa menyegarkan seseorang, terutama ketika sudah melampaui banyak dinamika di darat maupun udara.




Beberapa kondisi perairan yang menunjang proses outbound misalnya: 


  1. Ketersediaan kolam yang dapat menjadi lokasi permainan yang bersifat menyeberang (rakit, membuat jembatan, meniti tali, meniti bambu, meluncur)
  2. Ketersediaan sumber air  yang cukup untuk permainan yang menggunakan air sebagai salah satu unsurnya. Ketika titik permainan tersebut jauh dari kolam, maka baik jika disiapkan sumber pengambilan air di dekat lokasi tersebut.
  3. Selalu memperhatikan keselamatan semua pihak yang terlibat dalam dinamika di perairan, terutama pada dinamika yang berpotensi menenggelamkan seseorang. Perhatian dapat direalisasikan dengan penyediaan peralatan penyelamat dan tim yang terlatih untuk menyelamatkan korban.

serunya main di atas air


wow wow wow...


Zona Udara

Pengertian zona udara adalah area dinamika/ permainan yang berada di ketinggian. Aktivitas low rope dan high rope masuk dalam zona ini. Dinamika yang dilaksanakan pada area udara identik dengan tantangan yang mencekam, karena secara psikologis seseorang menjadi berdebar-debar atau berhati-hati ketika keluar dari zona nyamannya memijak tanah. Area outbound di udara dapat dibuat di atas daratan, perairan, maupun kombinasinya dengan rekayasa pada misalnya:
  • Secara alami, memanfaatkan kondisi alam yang ada, misalnya membuat instalasi antara 2 buah bukit/ tebing, atau antara suatu tebing dengan daratan. Hal yang cukup lazim dilakukan adalah memanfaatkan kekokohan dan ketinggian pohon-pohon besar.
  • Secara buatan, kita bisa membuat bangunan atau tiang menara yang digunakan sebagai platform instalasi high rope.
      
high rope

Zona Dalam Ruang

Lokasi di dalam ruang bisa kita gunakan sebagai area pertemuan, misalnya pada acara pembukaan, pengantar, makan, diskusi, refleksi, serta penutupan. Kebutuhan ruang dalam juga diperlukan jika pada saat pelaksanaan kegiatan dinamika luar ruang terjadi hujan lebat yang berpotensi menggagalkan dinamika. Tidak semua dinamika memang bisa dipindahkan di dalam ruang, namun keberadaan ruang dalam bisa memberi inspirasi pada fasilitator untuk melakukan penyesuaian proses.
Ruang dalam yang baik dapat direkayasa sehingga:
  • Bisa menampung minimal 30 orang untuk melakukan aktivitas dinamika dalam ruang, minimal untuk kegiatan diskusi atau pengarahan.
  • Bisa bersifat bangunan berdinding penuh, maupun hanya separuh, atau bahkan tanpa dinding penutup. Silahkan pertimbangkan faktor keamanan, penggunaan listrik untuk penerangan, gangguan binatang, dan biaya pemeliharaan, sebelum memutuskan jenis dindingnya.
  • Memenuhi beberapa aspek arsitektural standar yang menunjang kenyamanan pengguna, misal : gangguan terhadap suara air hujan yang menimpa atap, terpaan air hujan, terpaan angin, kesejukan ruang, dan kelembaban yang cukup.
  • Mendapat sumber listrik untuk kepentingan penerangan di malam hari, tata suara, presentasi menggunakan LCD/ slide proyektor.

Berbagai zona permainan atau aktivitas utama outbound tadi tentu akan ditata bersamaan dengan zona lain dalam lokasi outbound, misalnya zona pelayanan (kantor pengelola, kamar mandi umum, gudang, dapur, dan sebagainya), zona penginapan (villa/ kamar tidur, camping ground), jalur sirkulasi (parkir jalan masuk, jalan penghubung), dan zona pendukung (kolam hias, taman, gazebo). Kecerdikan Arsitek akan membuat zoning lokasi outbound terpetakan dengan efektif. Zona yang baik akan memudahkan peletakan dan sirkulasi antar sarana dan fasilitas yang akan dibangun di atasnya. Akan sangat bijaksana juga bila tiap aktivitas di suatu ruang/ bangunan sudah dipikirkan jalur evakuasinya jika terjadi kondisi darurat.
Aktivitas gathering dalam suatu ruang semiterbuka


Tema/ Konsep


Ketika unsur fungsi sudah terpenuhi, bisa saja kita menentukan tema atau konsep tertentu dalam keseluruhan atau bagian-bagian lokasi outbound. Tema atau konsep, paling gampang dicerminkan dalam bentuk, ornamen, warna, dan pilihan material bangunan serta landcape. Semisal kita ingin mengusung tema “alami,” maka nuansa kayu, pohon, perdu, batu alam, batu bata ekspose, dan bambu bisa menjadi pilihan dominan dalam sentuhan berbagai fasilitas di lokasi outbound tersebut. Apakah lokasi outbound harus punya tema tertentu? tidak juga, sih. Tema lebih pada kreativitas perancangnya dalam membuat lokasi yang fungsional lebih punya nuansa tertentu saja. Harapannya, pengejawantahan tema/ konsep yang menarik atau unik justru meningkatkan nilai jual lokasi outbound tersebut.

Fleksibilitas Pemanfaatan

Akan baik jika lokasi outbound dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis acara secara fleksibel, termasuk untuk menampung lebih dari dua grup outbound secara bersamaan. Fleksibilitas akan membuat lokasi lebih dilirik pengguna karena bisa menampung beberapa fungsi, misalnya untuk:
  1. Outbound, entah yang sifatnya rekreatif atau edukatif,
  2. Berkemah dan berbagai aktivitas pendukungnya,
  3. Pertemuan-pertemuan yang menggunakan aula/ pendopo/ ruang setengah terbuka,
  4. Menginap dalam rangka sebuah kegiatan, misal pelatihan atau rapat kerja.
Pondok/ saung/ pendopo yang sangat menunjang keberadaan lokasi outbound; bisa untuk makan atau diskusi.


Ya, makin banyak pilihan atau variasi kegiatan yang bisa dilakukan di suatu tempat, tentu makin memberi keleluasaan dan kreativitas bagi eksekusi beragam kegiatan outbound atau sejenisnya.
Sebenarnya bahasan tentang bagaimana merancang suatu lokasi outbound akan lebih seru dan menarik ketika sudah berhadapan langsung dengan lokasi yang akan dikembangkan. Tiap lokasi punya karakter dan keunikan tersendiri yang bisa dieksploitasi demi kemanfaatan kegiatan outbound. Arsitek, pemilik/ investor, dan fasilitator outbound perlu duduk bersama untuk menentukan batasan sekaligus eksplorasi kreativitas kegiatan yang diwadahi dalam ruang dan bangunan secara pas, supaya pas pula dalam hal investasinya. Pembagian peran dan wewenang tiap pihak perlu disepakati dari awal sehingga proses perencanaan dan pembangunan bisa berlangsung mulus.

Selamat merancang lokasi outbound yang asyik


Tidak ada komentar:

Posting Komentar