Saya pernah terkesan pada kemampuan seorang teman fasilitator outbound ketika dia membawakan acara refleksi atau renungan dalam rangkaian outbound. Keterkesanan saya disebabkan teman tersebut dalam membawakan renungan mengalir lembut, pelan namun menyentuh kalbu. Jika renungan di lakukan saat malam hari, wah lebih syahdu; tak jarang para peserta menitikkan air mata saat atau usai mendengar teman saya tersebut membawakan renungan.
Renungan tersebut biasanya diisi selang seling antara narasi dan pemutaran lagu, terkadang ketika suatu lagu atau musik diperdengarkan ditimpali pula dengan narasi yang menyentuh. Sekedar contoh alur renungan yang umum dibawakannya misalnya: pertama diawali dengan renungan tentang “keakuan” peserta, lalu disusul dengan renungan tentang sang ibu. Nah disaat ini biasanya diputarkan lagu bertema ibu dengan musik yang menyayat hati, “Ooooooo, mama, kembalilah o mamaaaa, ooooo mama kembalilah oooo mama... Maaaamaaaa, kembalilah padaku, hanyalah dirimu, harapanku oooo mamaaaaaa....” Setelah itu beranjak merenungkan tentang relasi peserta dengna ayahnya, lagu bertema ayah juga lalu diputarkan, “Dimana akau kucariiii, aku menangis seorang diri.....hatiku selalu ingin bertemu untukmu aku bernyanyi, untuk ayah tercinta aku ingin bernyanyi walau air mata di pipikuuuuuuu.....” hiiii merinding deh.
Saya pun yang beberapa kali ikut mendengar bisa meneteskan (lebih tepatnya mengeluarkan) air mata saking terharunya, atau apa karena saya orang yang sensitif yha? Namun saya akui teman saya itu membawakan renungan dengan bagus karena mampu membawa peserta pada ingatan dan merenungi relasi mereka terhadap orang tuanya. Bagi peserta yang merasa bermasalah dengan kedua orang tuanya, bisasanya akan sangat terhenyak. Juga bagi peserta yang orang tuanya sudah meninggal, akan makin sedih/ terharu. Nggak suah bermasalah atau ditinggal pergi orang tuanya, lha wong bagi yang normal saja banyak yang terharu, kok.
Usai merenungi kedua orang tuanya, dilanjutkan dengan keberadaan teman yang mendukung pribadi peserta. Bisa tebak apa lagu pengiringnya? sekedar contoh bisa pake lagu Kaulah Segalanya si Ruth Sahanaya, “Mungkin hanya Tuhan yang tahu segalanya, apa yang kuinginkan disaat-saat ini. Kau takkan percaya kau selalu di hati, haruskah ku menangis tuk mengatakan yang sesungguhnya, kaulah segalanya untukku, kaulah curahan hati iniiiii....” atau bisa juga lagu You Raise Me Up, “When I am down and, oh my soul, so weary. When troubles come and my heart burdened be. Then, I am still and wait here in the silence,Until you come and sit awhile with me.You raise me up, so I can stand on mountains; You raise me uuuuuuuuup....”
Selesaikah? beluuuum, karena lalu peserta di ajak untuk bersemangat dan bangkit untuk menjadi lebih baik, kalo bisa malah jadi pemenang, salah satu lagu yang sering saya dengar ya “We are the Champion,” kayak lagu-lagu pengiring ada juara sepak bola gitu. “...We are the champions, my friend and we’ll keep on fighting till the end, We are the champhions....” Setelah peserta disemangati untuk berubah barulah renungan selesai, tambahannya salam-salaman antar peserta, sambil yang masih nangis atau sembab matanya mengusap-usap mata atau pipinya.
Hmmmm... itu kesan saya sampai 2 minggu yang lalu, kenapa? Karena setelah saya tertimpa sesuatu, pandangan saya tentang renungan yang model tadi terkoreksi. Lho, emangnya ada yang salah? Salah sih nggak, cuman gini, eh mending saya cerita deh 2 minggu lalu saya tertimpa apa. Sebelum cerita apa yang menimpa saya, sungguh saya sampai sekarang masih terkesan juga dengan teman saya tadi. Bagi saya, hanya orang-orang istimewa yang bisa membawakan renungan dengan bagus.
Alkisah, 2 minggu lalu saya mendampingi seorang teman yang memberi pelatihan hypnoteaching pada para guru. Ada sekitar 250 guru yang dilatih dalam 3 angkatan latihan selama masing-masing 3 hari 2 malam. Jadi, lumayan banyak lah saya mendengar dan mengamati proses, apalagi tiap angkatan secara prinsip materi yang disampaikan sama.
Apa itu hypnoteaching? Itu adalah hipnosis yang bisa menunjang kesuksesan mengajar, kalo dari bentukan katanya. Jika dipreteli lagi, kurang lebih bagaimana menghipnosis siswa sehingga bisa distimulus untuk menjadi lebih baik dalam proses belajarnya. Saya nggak akan banyak cerita teori-teorinya, apalagi sejarah hipnosis; pertama karena tentu saja saya nggak hapal, kedua, kayaknya nggak urgen banget deh itu dipaparkan di sini. Namun saya akan cerita saja apa yang membuat saya terkesan.
Gini, teman saya yang seorang insinyur namun kuliah lagi S1 psikologi, juga S2nya, serta belajar hipnoterapi ke Amerika itu bercerita. Alam manusia itu terbagi menjadi 2, 20% ada dalam kesadaran, yach sadar, seperti teman-teman pembaca yang sedang membaca tulisan ini. Lalu 80%nya adalah alam bawah sadar. Hayoooo alam mana yang lebih dominan? benar, alam bawah sadar. Nah, ketika sebuah komunikasi yang jamak kita lakukan itu ada pada tataran alam sadar yang cuman 20% itu, wajar saja tingkat penyerapannya juga segitu. Namun apa yang terjadi jika kita bisa komunikasi dengan 80% alam bawah sadar seseorang, benar, tingkat penyerapannya juga tinggi. Saya rasa sampai di sini belum terlalu membingungkan pembaca yah karena saya yang awam terhadap psikologi/ hipnosis juga langsung paham kok.
Nah, pengertian hipnosis (yang membuat saya terkesan) adalah (hanya) gimana caranya kita bisa ngomong dengan seseorang pada area bawah sadarnya. Ingat, bawah sadar, bukan tidak sadar. Kalo tidak sadar itu malah nggak bisa diajak komunikasi, contoh termudahnya yha orang tidur. Menghipnosis orang itu bukan bikin tidur orang, tapi memasukkan orang pada alam bawah sadarnya, yang justru membuat yang bersangkutan makin peka terhadap lingkungannya, juga terhadap pola komunikasi yang diterimanya. Gimana cara menghipnosis orang? Nanti saya kasih bocorannya, walau itu nggak penting banget sih.
Teman saya, dalam suatu diskusi dengan peserta yang menanyakan apakah renungan (seperti yang saya ceritakan di awal tulisan ini) juga suatu hipnosis, apakah itu tindakan yang bisa memotivasi peserta? Jawabannya lugas. Sebagai sebuah refleksi, renungan sampai seseorang terharu, sedih, bahkan menyesal itu baik adanya, ingat, hanya sebagai seuatu refleksi lho. Namun, sebagai tindakan pemotivasian, itu nggak efektif, gubrak!!!! Mengapa? Karena orang akan lebih termotivasi justru dalam keadaan tenang, atau bahkan gembira; secara psikologis itu akan lebih efektif. Percaya nggak percaya, saat itu saya memilih percaya sama orang yang sudah mempelajarinya bertahun-tahun.
Lalu disebutkan pula bahwa otak manusia dapat memancarkan 4 jenis gelombang.
Pertama, gelombang Beta pada frekuensi 13-30 Hz. Pada kondisi ini, kita dalam kondisi terjaga, waspada, konsentrasi, atau seperti umumnya dalam keseharian kita saat beraktivitas. Kegiatan belajar, latihan, diskusi, ngobrol, bergurau, menganalisa kita lakukan dalam keadaan ini. Saat ini, kita dominan menggunakan otak kiri untuk berpikir sehingga gelombangg meninggi. Gelombang tinggi ini merangsang otak mengeluarkan hormon kortisol dan norepinefrin yang menyebabkan cemas, khawatir, marah, dan stress. Wah bisa gawat nih kalo kita selalu ada di gelombang ini, bisa-bisa jadi gelombang tsunami bagi kesehatan kita, capeee deh.
Kedua, gelombang Alpha yang memancar pada frekuensi 8-13 Hz. Pada kondisi ini, kita dalam keadaan rileks, bahkan bisa jadi asyik melamun. Otak mudah membayangkan sebuah visualisasi, suasana, bahkan ide-ide, atau kreativitas tertentu. Anak-anak kecil adalah pengguna setia gelomabng alpha ini, jadi jangan heran jika mereka mudah menyerap informasi secara cepat, tak hanya itu, daya khayalnya juga tinggi, hayooo iya apa iya? Dalam kondisi ini, otak memproduksi hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan seseorang merasa tenang, nyaman dan bahagia. Gelombang alpha akan membuat pembuluh darah terbuka lebar, detak jantung menjadi stabil, dan kapasitas indra kita meningkat. Dalam kondisi ini, otak kanan kita lah yang dominan berkarya.
Gelombang ketiga adalah Theta pada frekuansi 4-8 Hz, artinya lebih lambat dan tenang dari suasana alpha. Kapan otak kita bergelombang seperti ini? Saat kita meditasi, relaksasi yang mendalam, atau (semacam) mimpi saat tidur ringan. Dalam kondisi ini, pikiran bisa menjadi sangat kreatif dan inspiratif. Seseorang akan menjadi khusyuk, sangat rileks, pikiran sangat hening dan intuisi pun muncul. Ini semua terjadi karena otak mengeluarkan hormon melatonin, catecholamine dan AVP (Arginine Vasopressin)
Kondisi keempat adalah dalam gelombang ke-4 yang paling lemah, yaitu Delta, pada frekuensi 0,5-4 Hz. Frekuensi terendah ini muncul saat seseorang tertidur pulas tanpa mimpi, tidak sadar, tak bisa merasakan badan, dan tidak berpikir. Di gelombang ini, otak mengeluarkan HGH (Human Growth Hormone/ hormon pertumbuhan) yang bersifat menyembuhkan. Bila seseorang tidur dalam keadaan delta yang stabil, kualitas tidurnya sangat tinggi. Meski hanya beberapa menit, ia akan bangun dengan tubuh tetap merasa segar. Saya sarankan nggak usah ngajak omong orang yang dalam kondisi ini, namanya juga orang tidur, yha nggak sadar lah. Jika masih nekat mencoba, resiko ditanggung sendiri yach.
Nah itulah penjelasannya. Teman-teman nggak perlu kagum dengan penjelasana ini karena saya juga ambil dari internet kok. Memang teman saya sempat menyebutkan dan sekilas menjelaskan perihal 4 jenis gelombang tadi, tapi beberapa kilas lainnya saya cari sendiri. Ayo kembali ke urusan renung merenung lagi.
Proses renungan itu terjadi pada gelombang otak Betha karena ada proses konsentrasi dan mengingat-ingat, bahkan berpikir. Ketika maksud kita memotivasi peserta dengan kata-kata, yha kata-katanya memang mengandung motivasi, sayangnya kok diterima saat gelombang otaknya masih tinggi. Akibatnya, kata-kata otivasi itu akan diterima selayaknya percakapan biasa sehingga rentan terlupakan. Disarankan, fase motivasi dilakukan saat peserta dalam gelombang alpha yang lebih tenang, rileks, dan senang. Masuk akal juga yach, (minimal bagi saya)
Akan lebih efektif lagi ketika kita memotivasi seseorang pada 80% alam bawah sadarnya, bukan pada 20% alam sadarnya. Bagi saya ini pengetahuan baru yang suangat menarik dan mendorong. Lho; maksudnya menarik untuk diyakini dan mendorong untuk segera dicobakan, itu maksudnya. Hubungannya dengan hipnosis apa? Hubungannya, hipnosis membawa seseorang pada alam bawah sadarnya, setelah itu motivasilah, konon itu akan manjur, minimal bertahan lebih lama daripada sekedar ditanamkan pada kondisi sadar. Proses hipnosis membawa orang pada gelombang otak alpha yang lebih kooperatif untuk menerima pesan atau gagasan, sekali pun dari orang lain, kira-kira begitulah.
Lantas, apa hubungannya dengan outbound? Mari kita hubung-hubungkan.
Landasan proses outbound adalah experiential learning yang meliputi (peserta) melakukan atau mengalami sendiri, lalu menceritakan kembali dalam sebuah refleksi untuk mengambil sebuah makna, baru setelah itu merencanakan bagaimana mengeajawantahkan makna itu dalam hidupnya. Perlu diketahui, proses pengambilan makna itu macam-macam teorinya, ada yang spesifik, ada yang metaforik, ada juga yang langsung. (bagi yang penasaran, saya sudah pernah tulis mengenai itu, jadi silahkan cari. Cari di mana? Yha selamat makin penasaran deh, he he heee)
Inti proses pemaknaan adalah menghubung-hubungkan, menyama-nyamakan, memersis-mersiskan antara suatu kejadian (yang baru saja dilalui peserta) dengan sebuah makna/ konsep. Ayo coba, ini ada di alam manusia yang mana? Betul, ada di 20% kesadaran, karena mengajak peserta berpikir hubungan antara satu peristiwa dengan lainnya. Nah, berdasarkan pengalaman saya sendiri, ketika makna sudah ditemukan, baik ditemukan sendiri oleh peserta outbound atau pun difasilitasi fasilitator, rencana pengembangan diri juga dilakukan dengan kesadaran penuh. Tidak ada yang salah dengan hal itu, bahkan akan sangat logis. Misalnya sebuah permainan dalam outbound dimaknai bahwa suatu kelompok perlu bekerjasama supaya tugas dapat diselesaikan dengan efektif. Lalu rencana peserta adalah sepulang outbound, mereka akan lebih meningkatkan kerjasama di tempat kerja. Jelas nggak ada yang keliru, bahkan sangat benar. Lalu apa masalahnya? Lho siapa yang bilang, eh, siap yang nulis itu masalah?
Gini, memang saat 2 minggu lalu, saat saya tertimpa sesuatu itu lho, teman saya tidak menyebut outbound sama sekali dalam trainingnya, namun pernyataannya menggelitik saya. Saya saja yang langsung menghubung-hubungkan hipnosis dengan outbound. Saya berpikir, alangkah eloknya (dicoba) jika setelah outbound dan proses pendapatan makna, maka proses pemotivasian dilakukan dengan hipnosis. Mengapa? supaya kata-kata motivasi kita diterima peserta dalam kondisi bawah sadar, supaya motivasi tersebut lebih diterima dan lama terekam serta lebih diyakini peserta yang bersangkutan.
Sebenarnya beberapa hal yang saya sampaikan ini hanya mengenai cara berkomunikasi, benar. Hipnosis adalah cara berkomunikasi dengan alam bawah sadar. Outbound, terutama rencana tindak lanjutnya itulah yang jika selama ini dilakukan dengan kesadaran penuh, pada saat kita punya gelombang betha, coba deh disampaikan ketika kita sudah dikondisikan dalam gelombang alpha. Saya curiga itu lebih efektif, walau belum saya coba.
Kini saatnya saya menunggu “korban-korban” peserta outbound untuk saya hipnosis dalam proses outbound nanti. Emangnya saya sudah bisa menghipnosis orang? Kebetulan 2 minggu lalu saya ikut praktik menghipnosis dan ternyata langsung berhasil, bahkan ada 2 anak SMP yang jadi “korban,” yang satu dengan teknik “V finger” dan satunya dengan teknik “Weigh and light.” Jadi ayo siapa mau coba pake hipnosis dalam outbound?
Oh yha 2 istilah terakir metode hipnosis tadi adalah proses induksi untuk membawa seseorang pada alam bawah sadarnya. Motivasi yang disampaikan adalah sugesti dalam istilah hipnoterapinya. Istilah-istilah ini pula yang menjadi bocoran seperti saya singgung di tengah tulisan ini. Namanya bocoran yha sedikit saja, lagi pula biarlah teman-teman belajar hipnosis pada yang ahlinya deh. Saya sih sudah nggak sabar pingin mencobakan hipnosis dalam outbound.
Agustinus Susanta,
26 Maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar