Sampul Buletin Forum AELI edisi April 2013 |
Nama lengkap
|
:
|
Agoes Susilo JP
|
Nama panggilan
|
:
|
Agoes
|
Tempat dan tanggal lahir
|
:
|
Solo, 25 Agustus 1969
|
Aktivitas keseharian
|
:
|
Trainer pengembangan SDM (Sumber daya Manusia) dan sedang
menyukai membuka usaha ( Yoghurt KeBUNRAYA, Beras organik, susu sapi dan susu
kambing dan jambu kristal serta nanas bogor, makanan khas Solo )
|
Hobi
|
:
|
Menjaga kesehatan (olah raga dan yoga), menulis dan berkreatif
|
Status perkawinan
|
:
|
Menikah, sudah dikaruniani 2 orang putri.
|
Riwayat pendididkan
|
:
|
Dari SD sampai SMA di Solo
S-1 di IPB jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan
|
Karya
|
:
|
Telah menulis 4 buah buku
1) Membaca
Indonesia Sambil Senyam Senyum ( politik )
2) Outbound
itu Menyesatkan
3) Rahasia
Menjadi Outbound Trainer
4) Outbound
dari Titik Nol
Ketiga buku dengan tema outbound tersebut merupakan
Trilogi
|
Riwayat profesional
|
:
|
Menekuni pengembangan SDM dan outbound training Di
P3SDM Bumi Arasy – Jakarta, dari tahun 1995 s.d. 1998
Menekuni pengembangan SDM di Bina Cendekia, Tahun 1998 s.d. 2001
Berkarya di salah satu sister company salah satu Bank
Swasta nasional, 2001 s.d. 2004
Kembali diminta join di Bumi Arasy 2004 s.d. 2007
Mendirikan Keep in Spirit Institute 2007 s.d. saat ini
|
Bagaimana
cerita awal ketertarikan Mas Agoes dalam dunia experiential learning?
Cerita awal tertarik dalam dunia outbound, atau
experiential learning ya Mas.
Terus terang awalnya tidak mudeng atau tidak
mengerti outbound training tersebut karena ada salah seorang teman yang
“memaksa” untuk join di sebuah perusahaan konsultan SDM. Menurut temen karena
saya dulunya pernah aktif di Resimen mahasiswa jadi kemungkinan besar bisa
melakukan pekerjaan tersebut.
Pertama kali melihat peserta training
memainkan game-biasa kami
menyebutnya-Menjinakkan Bom, rasanya
aneh. Kemudian malam harinya diminta
presentasi tentang masalah baris berbaris, karena nantinya diminta ngisi materi
tersebut. Waktu itu saya menerangkan tentang sejarah materi baris berbaris
dengan mengambil cerita Sun Tzu........dari situ lah cerita tentang saya
menekuni bidang experiential learning berlanjut hingga hari ini. Dan tanpa disadari ternyata saya lebih
tertarik untuk mendalami bidang debrief / pemaknaan dari sebuah game yang
dimainkan.
Saya pertama kali belajar menjadi logistic
technical support, lalu asisten fasil/ fasilitator, lalu fasil, lalu diminta
handel sebuah training yang satu batchnya berlangsung selama 1 bulan dengan
total batchnya 12. Itulah pengalaman pertama yang “nyebur” di dunia experiential
learning dan organize sebuah team.
Selanjutnya alhamdulillah diberikan kesempatan untuk handle beberpa
perusahaan di negeri ini mulai dari Batam hingga Makassar.
Jadi saya murni tidak mempunyai pengalaman
akademis tentang experiential learning Mas,
bahkan kursus sekalipun, kalau memberikan kursus tentang EL malah beberapa kali. Saya hanya mempunyai pengalaman di lapangan. Guru dan mentor saya lebih banyak senior
saya, temen-temen di lapangan, para peserta dan alam sekitar. Semakin lebih menyenangkan kebetulan saya
suka membaca dan bercerita sehingga hal itu terasa lebih menyenangkan lagi.
Mas Agoes khan sudah menulis beberapa buku
tentang outbound atau experiential learning atau sejenisnya, boleh dong cerita
tentang buku-buku tersebut, misalnya tentang latar belakang dan tujuannya.
Keinginan untuk mempunyai karya dalam bentuk
buku dan bisa dipajang di toko buku terkenal di negeri ini awalnya adalah
sekedar mimpi. Tetapi hal itu menguat
ketika ada seseorang yang mendorongnya (she is so special he..he..). Buku
pertama tergolong unik karena mulai dari judul yang didapat sedangkan isinya
belum kebayang sama sekali. Judulnya
cukup menghebohkan yaitu “Outbound itu Menyesatkan”. Singkat cerita naskah jadi lalu di tawarkan
ke beberapa penerbit dan alhamdulillah mereka menolak semuanya.
saat ini
setiap bulan pasti muncul provider outbound baru
Saat itu mimpi untuk mempunyai buku itu pun
pudar sudah. Tetapi suatu hari secara
tidak sengaja saya bertemu dengan seorang teman yang sudah terbiasa nulis
buku. Maka perjalanan kedua
dimulai. Saya diajari mulai dari membuat
mock up atau contoh buku, lalu membuat film, mencetak buku hingga memasarkannya
dengan bekerja sama dengan sebuah agen pemasaran buku. Alhamdulillah buku
pertama saya dengan judul “Outbound itu Menyesatkan” 3 bulan kemudian sudah
nangkring di toko buku terbesar di negeri ini dan di seluruh cabangnya di
Indonesia.
Buku tersebut juga pernah menjadi tema utama
dalam pertemuan seluruh provider outbound di Jawa Timur. Kejadian lucu diawal pemberian materi
tersebut beberapa temen sempat “mencak-mencak,” kenapa judulnya OUTBOUND ITU
MENYESATKAN? Kenapa tidak pakai judul yang lain. Setelah saya terangkan itu hanya masalah
strategi pemasaran saja, maka mereka akhirnya mengerti karena sejatinya isi
buku tersebut bukan untuk menyesatkan. Alhamdulillah dari sekitar 3.000
eksemplar saya cetak yang terjual di toko buku sekitar 1.200-an dan sisanya
kami bagikan kepada para teman dan sahabat serta para peserta training
kami. Oya, buku pertama tersebut
sebetulnya lebih menyoroti tentang paradoks yang sering terjadi pada provider
outbound. Salah satunya kita senantiasa
mengajarkan tentang bagaimana teamwork yang baik itu dengan berbagai game dan
teorinya, tetapi ternyata di dalam provider tersebut malah sering terjadi tidak
bekerja sama. Misalnya antara pimpinan dan anak buahnya, sehingga mereka
menjadi pecah dan membuat provider baru lagi dan lagi dan lagi. Kemudian di antara provider saling
jatuh-jatuhan harga dan “menjelekkan” atau memberikan info yang kurang baik
terhadap provider lain.
Setelah buku pertama terbit dengan saya
terbitkan sendiri yang mana saya harus mengurus ISBN di Perpusatkaan Nasional
sendiri, muncullah ide untuk melengkapinya menjadi trilogi. Alhamdulillah dalam perjalanannya, setelah
tahu bagaimana membuat buku tersebut dan menerbitkannya- ternyata memang mudah-saya
bertemu dengan teman SMA di Solo dulu yang bisa membantu dalam lay out,
perwajahan luar dan dalam serta sampai mencetaknya sehingga proses pembuatannya
relatif lebih cepat.
Buku kedua dengan judul “Rahasia Menjadi Outbound
Trainer” , idenya, saat ini belum ada semacam buku panduan untuk temen-temen di
lapangan. Beberapa ada yang saat
menjalankan profesi lupa dengan ibadah, tidak bisa mengatur keuangan, jarang
membaca dan lain-lain. Buku ini saya
tulis dengan harapan bisa memberikan semacam referensi tentang etika dan
attitude apabila kita bisa lebih
enjoy dan berhasil menekuni di bidan EL ini.
Buku ketiga dengan judul OUTBOUND DARI TITIK
NOL, berisi 21 cerita true story pengalaman temen–temen yang saya potret. 1001 cerita temen temen dilapangan, dan
peserta kami potret tetapi disetiap akhir ceritanya kami selipi sebuah pesan
positif.
Buku-buku tersebut sebetulnya saya tulis
dengan harapan bisa turut mengedukasi temen–temen yang bergelut dan menekuni bidang
outbound atau experiential learning.
Alhamdulillah dengan hanya saya pasarkan via online untuk buku ke-2 dan
ke-3 saya bisa berkenalan dan bersilaturahim dengan teman dan sahabat yang satu
profesi, mulai dari Batam hingga Bone.
Harapan besarnya kita bisa bersama-sama dan bekerja sama memajukan experiential
learning ini di negeri indah ini. Saya
berpendapat ujung dari kita menekuni experiential
learning ini adalah kita bisa menjadi manusia yang bermanfaat baik bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat dan alam
raya ini.
Wah, luar
biasa sekali karya-karya Mas Agoes ini, sangat inspiratif. Namun, tampaknya Mas
Agoes sekarang fokus ke Indoor Training, kenapa nih?
Sebetulnya
saya tidak fokus di indoor training Mas, tetapi klien dan patner saya saat ini
sering memberikan kesempatan untuk mengisi materi soft skill di ruangan. Tetapi walaupun ngisi di ruangan saya tetap
mainkan game dan mengaitkan game tersebut dengan makna materi yang sedang saya
bahas. Kegiatan outdoor pun masih kok
Mas. Kemaren malah barusaha handel klien lama dengan konsep tenda. Dan beberapa teman lama kalau kontak pasti
pertanyaannya “Gus, masih di outbound? “
(Ketika wawancara
sedang berlangsung ada phone masuk) Ini dari salah satu provider baru yang saya
kenal, kebetulan beliau searching di fb dan menemukan nama saya. Insya Allah
mengajak kerja sama minggu depan.
Provider tersebut yang menghandel kegiatan outdoornya dan saya diminta
untuk mengisi debrief nya.
Alhamdulillah kalau dulu punya basic outdoor ketika diminta untuk
mengisi materi indoor yang sebelumnya
melakukan kegiatan outdoor jadi lebih mudah Mas.
Alasan lain,
mengingat usia Mas, he..he...lama kelamaan fisik juga akan menurun. Tapi suara sungai yang mengalir, suara burung
bersautan dipagi hari, tidur beralasakan sleeping bag, makan bersama dengan
beralaskan daun pisang atau bermain air dibawah air terjun, atau jumping ke
tengah laut.......masih selalu memanggil-manggil kok Mas.
Bagaimana
sih resep Mas Agoes dalam memersiapkan sebuah training?
Ada 3 hal
yang selalu saya tanyakan terlebih dahulu kepada temen atau klien yang minta
training
a.
Tujuan dari
training tersebut,
b.
Audiens/
siapa peserta training tersebut dan berapa jumlahnya,
c.
Dimana
training tersebut akan dilakukan ( resort, hotel, kantor, dll. )
Dari 3
informasi tersebut kami baru buat disain dan terakhirnya rundown acara. Setelah itu kami prepare materi indoor dalam
bentuk slide.
Untuk
training indoor yang durasi paling pendek 15 menit dan paling panjang 7 jam
efektif sama saja saya tetap buat semacam rundown. Rundown tersebut saya buat sesimpel mungkin
yaitu jam dan topik yang akan saya ajarkan serta game pendukung yang akan saya
mainkan.
Untuk
kegiatan outdoor. Saya langsung kontak
team saya. Team inti saya, saat ini terdiri dari 1 orang logistic technical
support dan 2 orang fasil. Saya termasuk
orang yang sangat selektif dalam mengajak seorang freelance. Pengalaman yang mengajarkan saya untuk
“harus” berbuat seperti itu.
Setelah itu
saya menyiapkan perlengkapan permainan pendukung game. Alhamdulillah saya mempunyai perbendaharaan
game saat ini kurang lebih 167 game dan sekitar 25 alat game yang ready for
use. Saya saat ini sedang menyukai game
yang tanpa alat dan yang menggunakan alat yang sederhana. Apabila dirasa perlu harus menggunakan game
yang “komplek” seperti high rope, paint
ball dan rafting, saya akan kontak patner saya yang biasa men- support kegiatan
saya.
Saat ini
saya sering mengarahkan kepada klien untuk memainkan game yang benar-benar
sesuai dengan programnya sehingga tidak terfokus kepada gamenya. Dengan cara demikian saya juga bisa
meminimalkan resiko, meminimalkan jumlah team.
Salah satu pengalaman suatu hari diminta untuk handle program
internalisasi visi dan misi sebuah perusahaan dengan jumlah peserta sekitar 120
orang, cukup kami tangani bertiga. Saya
sendiri sebagai trainer dan 2 orang logistic technical support.
Menurut Mas
Agoes, bagaimana sebaiknya relasi kita dengan teman-teman yang membantu
pelaksanaan program kita?
Saya punya pandangan bahwa kegiatan EL ini
adalah sifatnya long life sehingga untuk relasi saya juga selalu menjaganya
dengan baik Mas.
Seperti saya
katakan di atas, saya saat ini sangat selektif untuk bekerja sama dengan temen-
temen freelance. Karena kalau tidak,
banyak pengalaman dulu yang sangat tidak mengenakkan. Saat ini saya dengan 2 fasil dan 1 logistik
(yang semuanya freelance) saya bina hubungan dengan baik. baik di saat kegiatan
maupun disaat tidak ada kegiatan.
Pada saat
kegiatan. Saya dan team untuk acara makan adalah menyatu dengan peserta. Tidak
kami beda-bedakan. Untuk standar menginap pun saya samakan. Kalau di resort ya
resort semua, kalau di hotel ya hotel
semua. Alhamdulillah temen –temen yang support disetiap awal kegiatan tidak
pernah menyakan berapa honor per harinya.
Kami akan memberikan sesuai dengan kepuasan dan jumlah kontrak yang saya
terima. Alhamdulillah saat ini mereka
bisa terima insya allah lebih tinggi sedikit dibandingkan kalau mereka support
di tempat lain.
Kalau pas
tidak ada kegiatan, kami selalu jalin silaturahmi. Menanyakan kabar via sms dan
media sosial yang lain. Terkadang kami saling berkunjung sambil makan dan
sharing. Bahkan untuk team logistic kami
bisa membantunya dalam kegiatan yang lainnya.
Kebetulan logistic saya adalah juga seorang petani, bener Mas; dan punya
lahan sehingga kami jalin kerja sama dengan saya berinvestasi dalam bidang
pertanian. Saat ini kami telah dan
sedang menanam 700 pohon singkong dan 40 pohon pepaya. Hasilnya kita bagi. Jadi ikatan tersebut terbina terus walaupun
sedang tidak aktivitas pelatihan.
Ada nggak
nih pengalaman paling mengesankan selama menjadi fasel atau trainer?
Sebetulnya
lumayan banyak mas. Tapi saya ceritakan
salah satunya. Saat itu, kami sedang
handle program training dimana klien minta ada kegiatan rapling. Kebetulan kami memakai di salah satu tempat
di bumi perkemahan. Tempat rapling yang
kami gunakan adalah 12 meteran. Setelah kami berikan penjelasan dan contoh
melaksanakannya maka satu persatu
peserta naik dan melakukan kegiatan rapling tersebut.
Saya
langsung handel di atas dibantu satu orang team lapangan. Sedangkan yang lainnya di bawah. Peserta naik keatas tempat start rapling sekitar
4 orang 4 orang. Peserta pertama hingga
ke 7 lancar semuanya. Giliran peserta ke 8, cewek, setelah dipasangkan seat
harnesnya tiba-tiba langsung terduduk lemas dan menangis ketakutan......dan
pastinya tidak mau mencoba lagi untuk melakukannya. Saya tenangkan dan saya perkenankan untuk
tidak melakukannya, tetapi tetap di atas sambil melihat teman-temannya yang
lain melakukannya....setelah beberapa temannya melakukannya, tiba – tiba dia
ngomong ke saya “Mas, boleh mencoba lagi” saya tidak langsung mengiyakan. Saya
tanyakan kepastiannya keinginannya tersebut. Akhirnya mencoba lagi. Tetapi
lagi-lagi masih belum berani. Kemudian di sela oleh teman –teman yang lainnya
lagi....dan ternyata keinginan tersebut masih ada. Lalu langsung kami besarkan mentalnya, kami
handle dengan sangat hati- hati, kami berikan semangat, kami ajak
teman-temannya yang sudah melakukannya juga memberikan semangat.
Dan.........akhirnya peserta tersebut mampu melakukannya, sampai di bawah
langsung nangis terus sujud syukur.
Pengalaman
tersebut salah satu yang menjadikan profesi di bidang ini begitu “mengesankan”
Mas. Cerita tersebut akhirnya saya
jadikan salah satu cerita dalam buku ke 3 saya yang berjudul “Outbound dari Titik
Nol.”
Menurut Mas
Agoes, bagaimana perkembangan experiential learning di Indonesia ini ya?
Mungkin saya
menyebutnya outbound training dengan difinisi bebas ya Mas; perkembangannya
sangat luar biasa. Saya pernah membuat
joke, bahwa saat ini setiap bulan pasti muncul provider outbound baru. Begitu riuhnya jumlah provider tersebut
sehingga hampir di setiap kota besar dan kota kecil di Indonesia saat ini sudah
memiliki provider outbound.
Walaupun
kehadirannya mungkin lebih banyak karena faktor bisnis, bukan idialis, tetapi
bagaimanapun juga temen–temen tersebut sudah masuk ke bidang tersebut. Bahkan hal itu bisa menjadi bertambah banyak
manakala perusahaan tour and travel, EO dan konsultan indoor training pun
akhirnya juga masuk ke dalam bisnis tersebut.
Saya melihatnya
positif-positif saja. Jadi banyak
teman. Tetapi memang jujur sebagian
besar jadi lebih ke arah entertaiment.
Unsur pengembangan sumber daya manusianya jadi lebih sedikit, bahkan ada
yang ditinggalkan sama sekali. Di sinilah
sebetulnya peran AELI sangat strategis masuk ke mereka. Kita ajak untuk duduk bersama dan
membicarakan hal-hal yang ringan saja.
Kita juga harus mengerti tentang alasan bisnis yang mereka lakukan.
Saya kebetulan
sudah sharing dengan Mas Ega (Sekretaris AELI saat ini) dan Mas Winggit. Dan saya selalu mengikuti perkembangan group
AELI di fb, serta beberapa kali juga melihat di lapangan langsung. Saya sangat ingin AELI berperan lebih banyak
daripada saat ini. Fokus saya adalah di
organisasi. Kalau AELI adalah sebuah
organisasi, maka kalau terkelola dengan baik pasti akan banyak yang mendapatkan
aspek manfaatnya. Dan organisasi
tersebut terletak di pengurusnya. Dari
situlah awal segalanya, Mas.
Suatu hari
ada temen dari Lombok yang sangat berharapakan mendapatkan edukasi berkaitan
dengan pengembangan game serta debriefnya.
Kemudian rekan dari Bone sangat merindukan bisa keluar dari “rutinitas”
program yang saat ini mereka jalankan, mereka pun juga sudah merasakan jenuh
dengan program yang itu-itu saja. Mereka
mau belajar tetapi kepada siapa mereka tidak tahu. Kasihan.
Di
Indonesia, kan ada AELI nih, apa harapan Mas Agoes terhadap asosiasi tersebut?
Harapan
saya, AELI harus punya orang-orang yang duduk dalam jajaran pengurus, orang
yang bisa mampu mengayomi seluruh
provider di Indonesia. Mempunyai
program yang jelas dan melaksanakannya dengan penuh kesenangan bukan dengan
memikirkan kepentingan pribadi atau bisnisnya.
Bagaimana
pendapat Mas Agoes tentang bulletin “Forum AELI” ini?
Sangat bagus
sekali mas. Lebih bagus lagi kalu bis adicetak dan dibagikan keseluruh anggota
( bisa dijadikan sumber pemasukan organisasi )
Apa pesan atau harapan Mas Agoes pada sesama
Fasel di Indonesia ini?
Harapan saya
terhadap para fasilitator experiential learning adalah:
1.
Terus
meningkatkan silaturahmi satu dengan yang lain,
2.
Terus
sharing dan belajar bersama serta berbagi informasi, dan
3.
Jangan
pernah merasa mempunyai ilmu yang lebih dibandingkan orang lain, tetapi teruslah belajar dan belajar dan
menghormati orang lain sesama fasil.
Poin
tambahan, berupa harapan yaitu secepatnya pengurus AELI kumpul bersama,
membahas program yang lebih indah dan dilaksanakan. Direalisasikan.
Terima kasih
mas agus, atas kesempatannya untuk bisa mengisi dan meramaikan bulletin Forum
AELI. Sukses selalu buat mas agus.
Agoes susilo
jp
Wah, luar biasa. Terimakasih atas kesempatan
ini, Mas Agoes. Semoga segala rencana dan aktivitas Mas Agoes bertambah lancar,
dan bisa menginspirasi lebih banyak orang. Sukses!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar