Ditinjau dari bentukan kata, Outbound dapat diartikan Out of Boundary, bisa diterjemahkan secara bebas sebagai “Keluar dari Lingkup, batas, atau kebiasaan”. Di Indonesia Outbound identik dengan pelatihan, walaupun masih bisa diperdebaatkan.
Begini, pelatihan berarti melatih seseorang dengan suatu kemampuan tertentu yang spesifik. Misal, kesebelasan Sepak Bola berlatih sepakbola, artinya dalam jangka waktu tertentu, teknik bermain sepakbola mereka mengalami peningkatan. Jika pelatihan dikaitkan dengan outbound, apakah outbound melatih peserta secara berulang-ulang dengan permainan tertentu sampai mahir?
Ada istilah yang lebih tepat untuk menggantikan “pelatihan”, yaitu “pengembangan”. Pengembangan mengacu pada pembelajaran pada kemampuan secara umum. Outbound dapat diartikan suatu sarana peserta mengembangkan diri (sesuai tema kegiatan)
Melalui berbagai literatur, diskusi dengan sesama fasilitator outbound, serta yang paling utama adalah pengalaman mengelola outbound, serta pendampingan terhadap peserta, maka Saya merumuskan hakekat Outbound dalam konteks kekinian di Indonesia: Outbound adalah metode pengembangan diri melalui kombinasi rangkaian kegiatan beraspek psikomotorik, kognitif, dan afeksi, melalui pendekatan pembelajaran melalui pengalaman. Uraian hakekat tersebut diturunkan lagi dalam beberapa catatan berikut:
1. Outbound hanyalah suatu metode.
3 hal yang mengawali catatan ini,
· Apakah Hitler seorang pemimpin yang hebat? Menurut Saya Ya. Apakah Dia pemimpin yang mendatangkan kemakmuran dan kedamaian? Saya yakin mayoritas menjawab Tidak.
· Apakah jaringan teroris adalah organisasi yang hebat? Menurut Saya Ya, apakah organisasi tersebut didambakan banyak orang? Menurut Saya tidak.
· Pada satu kesempatan, seorang pejabat pemerintahan di bidang pendidikan mengkritisi istilah “Sekolah Unggulan” di daerahnya. Jika siswa yang masuk memang kualitasnya sudah unggul, apalagi dengan seleksi yang ketat, 3 tahun menempuh pendidikan yang standar, kemudian lulus, maka masih besar harapan mereka menjadi lulusan yang lebih unggul dibanding lulusan sekolah lain. Apakah tepat istilah sekolah unggulan tersebut? Beliau berpendapat istilah sekolah unggulan lebih tepat disematkan pada sekolah yang menerapkan metode pembelajaran lebih berkualitas dari standar, sehingga murid yang awalnya biasa saja ketika lulus menjadi jauh lebih unggul. Kebetulan Saya juga berpendapat semacam itu.
Apakah ketika mengikuti Outbound peserta mendapat pengalaman di luar kebiasaan? Ya. Apakah setelah mengikuti Outbound seseorang pasti jauh lebih sempurna? belum tentu.
Terkait dengan 3 ilustrasi pengantar tadi, tidak serta merta hanya dengan mengikuti outbound, seseorang bisa menyelesaikan banyak masalah. Masih banyak faktor lain yang mempengaruhi. Sebagai suatu metode, outbound dapat digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Selama metode dirancang dengan efektif dan efisien, dipastikan tujuan lebih mudah diraih, sebaliknya, walau mempunyai tujuan sangat mulia dan luar biasa, namun metode yang digunakan tidak pas, jangan harap tujuan tersebut akan tercapai secara maksimal.
2. Metode Outbound
Salah satu prinsip metode outbound yang cukup jitu adalah LACAK:
a. L = Lakukan
Lakukan, berarti peserta melakukan lebih dahulu suatu permainan/ dinamika, baik secara individu maupun bersama orang lain.
b. A = Abrakadabra
Abrakadabra, berarti setelah melakukan, pasti peserta mendapat hasil tertentu, baik sesuai perkiraannya, atau sebaliknya di luar dugaannya.
c. C = Ceritakan
Ceritakan, berarti peserta menceritakan atau menyampaikan hasil dinamika, baik pada sesama peserta atau dengan dirinya sendiri, baik lisan maupun tertulis.
d. A = Ambil
Ambil, berarti proses peserta mengambil nilai-nilai atau manfaat dari penceritaan, baik cerita tentang pengalaman diri maupun orang lain.
e. K = Kembalikan
Kembalikan, berarti setelah mengambil manfaat, peserta dimotivasi supaya hal tersebut dapat dikembalikan pada dirinya untuk dimanfaatkan dalam kehidupan setelah mengikuti Outbound.
3. Fasilitator Outbound
Secara ideal, metode outbound dapat efektif jika dikelola oleh fasilitator yang menarik, berwibawa, pandai, berdaya ingat tinggi, menguasai dan menerapkan ilmu psikologi, manajemen, komunikasi; serta menguasai bermacam teknis permainan, serta mahir dalam hal penyelamatan kecelakaan. Namun refleksi Saya menyatakan diperlukan pendidikan dan pengalaman belasan tahun bagi seseorang untuk menggenapi kualifikasi tersebut. Perhitungan paling sederhana yang tak bisa dipungkiri adalah seberapa banyak pengalaman mendampingi dan berinteraksi dengan berbagai macam peserta dalam berbagai tema dan tujuan kegiatan outbound. Ternyata dalam hal outbound, kuantitas bisa menentukan kualitas.
Solusi sederhana untuk menjawab tantangan fasilitator yang ideal adalah kerjasama, ya, kerjasama. Tanpa mengurangi kualitas outbound, ajaklah orang atau pihak yang kompeten pada bidang tertentu supaya pendampingan yang diterima oleh peserta bisa maksimal. Sekedar contoh: untuk kegiatan yang bersifat pemecah kebekuan, keakraban, dan rekreatif, fasilitator yang menangani bisa berbeda dengan Dia yang menjelaskan teknis dan tujuan operasional outbound, bahkan bisa berbeda lagi dengan fasilitator yang spesialis membawakan refleksi atau renungan outbound.
Hal yang paling penting bagi fasilitator outbound adalah, dari bidang manapun Dia memulai (operator alat, tim kesehatan, perlengkapan, maupun pendamping) secara pribadi harus ada keinginan untuk memperdalam bidangnya, dan belajar bidang-bidang lainnya sampai mumpuni. Proses pengembangan bisa secara intern maupun dengan mengikuti pelatihan dengan pihak lain.
4. Skenario Outbound
Sangat baik jika selama proses outbound, dibuat suatu skenario atau cerita tertentu yang merangkaikan seluruh kegiatan, baik saat pengantar, perkenalan, permainan/ dinamika, refleksi, maupun kegiatan lainnya. Pilihan permainan/ dinamika pun sangat ditentukan oleh tema outbound. Dalam hal ini keluasan pengetahuan fasilitator akan berbagai dinamika sangat membantu.
Skenario yang baik menyentuh Aspek psikomotorik (fisik/ ketrampilan), afeksi (emosi/ sikap) dan kognisi (pengetahuan/ kemampuan berpikir); dengan proporsi yang diatur sedemikian rupa (sesuai tujuan kegiatan) pasti peserta akan sangat menikmati proses.
Panduan dasar penyusun skenario adalah akomodasi dan kompromi dari:
1. Pemenuhan Tujuan Konseptual
- Pilihan Tujuan Operasional proses Outbound
- Kompensasi terhadap Prestasi selama proses
- Pilihan Permainan yang tepat
- Penjadwalan dan pergerakan yang efektif.
5. Tempat pelaksanaan outbound
Sebagai suatu metode, outbound dapat fleksibel dilaksanakan di berbagai tempat, walau hal ini juga mesti disesuaikan dengan tujuannya. Memang wajar jika lokasi yang menyediakan berbagai sarana permainan high rope atau “meluncur atau berpindah di ketinggian tertentu melalui bantuan tali” menyebutt diri sebagai tempat pelaksanaan outbound. Namun perlu diingat, outbound tidak semata permainan.
Sekedar contoh; sangat tepat jika outbound yang bertujuan utama mengembangkan nyali peserta, memilih dinamika high rope, karena permainan tersebut memang menantang. Namun jika tema outbound adalah mengembangkan kerja sama, namun dinamikanya high rope, tentu tidak tepat. Selama ada operator, tanpa bekerja sama dengan peserta lain pun, asal berani, seseorang bisa memainkan high rope , begitu penjelasan singkatnya.
Dalam mengintegrasikan tujuan dan metode outbound dengan lokasi yang tersedia diperlukan fasilitator/ konseptor outbound yang kreatif. Lebih kreatif lagi jika Kita dapat memanfaatkan kondisi alam/ lingkungan untuk menunjang skenario dalam pencapaian tujuan outbound. Selain bisa mengurangi pembiayaan, persiapan pun bisa lebih ringkas.
6. Outbound sebagai Sebuah Ilmu untuk Mendidik
Gagasan ini baru, namun masuk akal. Ketika outbound merupakan salah satu metode untuk mengembangkan diri peserta, berarti secara esensi sama dengan kurikulum yang digunakan untuk memandaikan peserta didik. Manfaatnya pun otomatis sama, Kita berharap peserta outbound maupun peserta didik lebih berkualitas.
Sebelum Kita lanjutkan, ada 2 contoh serupa:
· Saat ini fenomena sekolah alam sebagai salah satu sistem pendidikan diluar pendidikan formal, mulai diakui keunggulannya (selama dikelola oleh pihak yang profesional tentunya). Dalam sisi kualitas dan manfaat, ternyata sekolah alam bisa sama atau bahkan lebih bagus dari sekolah formal.
· Profesor Yoshitomi Yasuo, adalah dosen Fakultas Seni Universitas Seika Kyoto, Jepang. Dia bertahun-tahun memperjuangkan ide pada para koleganya bahwa KARTUN kartun merupakan salah satu KARYA SENI. Sebagai sebuah seni, maka layak dibentuk Departemen Kartun di Universitas tersebut. Perjuangan yang sangat berat karena banyak yang mencemooh dan menentang gagasan tersebut. Sampai pada puncaknya persidangan akademik selama 4 hari 4 malam memutuskan pembentukan departemen tersebut. Kini banyak lulusannya bekerja sebagai pengajar, berkarya di perusahaan game, dan berbagai perusahaan media. Yasuo berkeyakinan bahwa melalui kartun banyak hal bisa dikomunikasikan secara efektif, termasuk dalam menyampaikan kritik demi perubahan. (sumber: Kompas, 12 Januari 2009)
Terinspirasi dari 2 fakta tadi, Saya berkeyakinan bahwa outbound yang dikembangkan dan dikelola secara profesional dapat menjadi salah satu ilmu untuk mendidik.
Dicuplik dari Buku "Outbound Profesional; Pengertian, Prinsip Perancangan, dan Panduan Praktis Pelaksanaan" yg ditulis oleh Agustinus Susanta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar