Pukul 07.15 peserta berangkat bersama-sama dari kantor perusahaan yang berjarak sekitar 15 kilometer dari lokasi outbound. Diinformasikan oleh petugas registrasi bahwa peserta yang hadir 80 orang. Pikir saya, “Ah, masih dalam toleransi jumlah peserta yang akan dibagi menjadi 10 kelompok.”
Pukul 08.00 Peserta datang sesuai jadwal, langsung dipersilahkan coffe break. Kayaknya istilah ini kurang tepat deh, namanya break itu khan memecah, tepat kalo diselipkan di antara 2 acara. Lha ini, acara belum mulai sudah di break, ah sudahlah, nggak usah mempermasalahkan itu.
Pukul 08.15 mestinya sudah masuk acara “Motivasi,” namun ternyata acara pembukaan yang sebagian besar diisi sambutan dari pihak manajemen perusahaan belum selesai. Dalam acara pembukaan inilah setelah peserta dihitung ulang, ternyata yang hadir di lokasi hanya 69 orang. Dari 100 orang jadi 69 orang, weh, selisih 31 orang, lumayan juga. Yang lalu saya pikirkan adalah membuat skenario berdasar 8 kelompok peserta saja.
Pukul 08.47 barulah dimulai sesi Motivasi (molor 32 menit dari jadwal) oleh motivator yang didatangkan pihak manajemen perusahaan. Ketika peserta asyik menikmati dinamika dan materi dalam sesi motivasi. Kami bergegas membagi peserta dalam 8 kelompok; disesuaikan dengan asal mereka. Peserta berasal dari belasan tempat yang masing-masing ada yang ngirim 2 sampai 9 orang; bervariasi. Dalam pembagian ini peserta yang berasal dari 1 tempat masuk dalam 1 kelompok, paling-paling ada yang digabung dengan peserta dari tempat lain.
Pukul 09.08 Pembagian kelompok sudah selesai. Namun salah satu pimpinan manajemen minta pembagian kelompok diacak saja antar tempat. Harapannya dalam 1 kelompok diisi peserta dari berbagai tempat untuk lebih saling mengenal dan mengakrabkan. Oke, deh, kami rubah lagi sesuai permintaan.
Urusan membagi kelompok tidak berhenti sampai di situ. Kami harus mengubah lagi jadwal outbound yang sudah disiapkan untuk 10 kelompok. Urusan rubah-merubah itu sebenarnya bukan masalah besar, namun karena waktu terbatas, maka kami harus melakukannya dengan tempo sesingkat-singkatnya. Pos Menara Air yang sudah kami siapkan (perlengkapan dan fasilitatornya) akhirnya ditiadakan supaya kami pas membagi 8 kelompok dalam 4 sesi permainan. Saya buat jadwal baru secara manual, 8 rangkap, sementara seorang teman mengetiknya di komputer untuk dicetak. Rencananya sih kalo pas mau outbound cetakan sudah selesai, maka menggunakan yang itu (supaya lebih rapi) tapi jika belum, maka tulisan manual saya yang digunakan.
Pukul 10.20 sesi motivasi baru berakhir (itu pun) setelah kami memberi kode berkali-kali. Berarti molor lagi deh, 25 menit dari jadwal. Pembagian kelompok dan penjelasan proses dilakukan secepat kami bisa, setelah itu peserta istirahat sejenak sambil menyimpan segala sesuatu yang tidak diperlukan dibawa dalam outbound. Acara ice breaking akhirnya menjadi korban karena ditiadakan, apa boleh buat. Eee... masih ada pula acara sisipan yang tidak kami perhitungkan yaitu foto-foto. Setelah tiap kelompok berfoto, barulah seluruh peserta foto bersama.
Pukul 11.20 barulah outbound dilakukan, benar, molor 80 menit dari rancangan. 8 kelompok, 4 pos dan 4 sesi. Tidak perlulah diceritakan betapa heboh proses outbound tersebut. Kita khan mau fokus pada pewaktuan kegiatan.
Pukul 12.25 seluruh proses outbound selesai, artinya terlambat 25 menit dari jadwal. Kini waktu untuk istirahat dan makan; sambil diiringi orgen tunggal. Beberapa orang (entah karena kegirangan atau kepanasan) nyebur kolam. Yang langsung makan juga banyak; sementara yang lain ada yang milih istirahat, satu dua orang nyanyi diiringi orgen tunggal.
Pukul 13.30, setelah peserta istirahat sekitar 1 jam, acara dilanjutkan. Hayoooo ini molor berapa menit? Tantangan flying fox dan high rope dimulai dengan penjelasan teknis dan keselamatan peserta. Karena usai makan siang, dan istirahat, kami juga isi penjelasan tersebut dengan sedikit permainan ice breaking.
Pukul 13.50 barulah benar-benar dimulai pelayangan peserta dalam flying fox, itu molor 50 menit dari jadwal, lho. Maunya, kami membatasi permainan tersebut selama 1 jam saja, karena toh itu sifatnya tentatif, namun apa yang terjadi? Ternyata peserta tidak rela tidak main flying fox, maka kita selesaikan saja mereka yang memang mau main flying fox.
Pukul 15.26 barulah kami mulai sesi paint ball + hiburan, dan snack; terlambat 1 jam kurang 4 menit dari jadwal yang kami susun. Demi ketercapaian seluruh proses, maka kami rancang sementara kelompok 1, 2, 3, dan 4 main paint ball, kelompok 5, 6, 7, dan 8 langsung main game penjualan. Demikianlah, setelah kelompok 1 dan 2 main paint ball, mereka segera masuk game penjualan. Sedangkan kelompok 5 yang sudah selesai memainkan game penjualan, segera bergegas untuk persiapan main paint ball. Lalu di mana acara hiburan dan snacknya, yha di sela-sela seluruh kegiatan tersebut; nggak masalaaaah.
Pukul 17.10 berakirlah seluruh permainan, wah kini hanya selisih 10 menit lebih lambat dari jadwal. Tapi kami nggak bisa segera menutup acara, karena ternyata pihak manajemen membagikan tas, kaos, dan beberapa berkas lain pada para peserta. Urusan bagi membagi ini perlu ketelitian lho, supaya tiap peserta mendapatkan jatah sesuai dengan haknya, jangan sampai ada yang kelebihan atau bahkan kekurangan.
Pukul 17.35 barulah kita mulai acara penutupan, molor lagi 35 menit, deh. Diisi dengan pengumuman dan penganugerahan hadiah bagi 2 kelompok berpoin tertinggi. Masih ada juga pembagian sekitar 25 hadiah door prize bagi peserta. Dan tentu saja ada kata penutup dari kami, serta sambutan dari pihak manajemen.
Pukul 17.55 barulah seluruh rangkaian acara bersama peserta tuntas, tas, tas.
Selesai? Belum, karena saya belum membeberkan apa refleksi saya terhadap kegiatan tersebut. Kalo urusan ketidakpasan waktu pelaksanaan dengan jadwal, baik lebih lambat, atau lebih cepat, itu sih sebenarnya sudah lazim. Namun untuk merefleksikannya secara (agak) serius baru sekarang inilah. Beerkaca dari pengalaman tadi, hal apa sih yang bisa kita perbaiki untuk merancang kegiatan serupa kelak?
Dalam pembicaraan dengan pihak klien/ peserta outbound di awal saat menyusun penjadwalan, alangkah sedapnya jika dikorek betul apa saja yang akan dilakukan, terutama oleh pihak klien/ peserta. Namun bisa saja lho, hal-hal tersebut saat pembicaraan awal memang belum terpikirkan oleh klien, maka kalau kita tahu, bisa dong disampaikan pada mereka. Kegiatan yang sifatnya seremonial, publikasi, atau penjelasan, ternyata sedikit demi sedikit bisa menggerogoti waktu kita lho. Kegiatan pembagian kelompok, foto, mengumuman doorprize, serta sambutan pihak pimpinan peserta, (berdasarkan pengalaman) punya potensi memakan waktu berkepanjangan. Inti refleksi pertama adalah segala detail kejadian harus diperhitungkan dalam jadwal.
Hal kedua yang bisa saya timba adalah kemampuan memodifikasi skenario secara cepat. 2 contoh modifikasi dalam cerita saya barusan adalah merubah jumlah kelompok dari 10 menjadi 8 kelompok (diiringi penghapusan 1 permainan) serta penggabungan 2 acara menjadi 1 (paint ball dan game penjualan.) Baik adanya jika kita tanggap membaca dan memprediksi situasi, terutama terkait pewaktuan. Kadang kita memang harus tega misalnya mempercepat waktu istirahat peserta, demi ketercapaian tujuan utama. Merancang dan mengeksekusi kegiatan outbound yang memadukan keinginan klien dan ketercapaian tujuan dalam waktu yang terbatas adalah sebuah seni, yang bisa dicapai dengan kreativitas.
Sebelum menutup tulisan ini, mungkin ada teman-teman yang bertanya, apa saya selalu mencatat tiap jam pergantian waktu acara? Kok bisa-bisanya membuat kronologis pergantian acara dengan (mudah-mudahan) meyakinkan. Bagi yang tidak bertanya-tanya, yha ndak usah melanjutkan membaca paragraf ini, he he he... Mencatat sih tidak, namun dalam (hampir semua) outbound saya selalu berbekal kamera digital. Dasar saya senang memoto (mana yang benar memoto atau memfoto?), maka pada banyak momen sering memotret (memoto saya ganti memotret saja lah), nah dari file foto-foto tersebutlah saya bisa mengetahui kapan kejadian yang dipotret itu terjadi. Dan sedikit rahasia lagi, saya selalu merubah nama file foto menjadi tanggal dan waktu pengambilan foto. Dengan hal itu, tanpa melihat informasi (properties) file foto tersebut saya sudah langsung tahu tahun, bulan, tanggal, jam, menit, dan detik kapan adegan tersebut terjadi.
Semoga beberapa kelumit cerita ini menginspirasi teman-teman.
Agustinus Susanta
Palembang, 22 Juni 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar