Outbound tidak sekedar flying fox, lho... Maka merancang lokasi outbound tidak sama dengan membuat instalasi high rope/ flying fox. |
Seperti ada
rahasia takterpendam di antara para Fasel (Fasilitator Experiential Learning)
atau Outbounder (istilah untuk pemandu/ instruktur outbound) mengenai
lokasi-lokasi favorit kegiatan outbound/ pelatihan luar ruangan. Pun saya yang
berlatar belakang Arsitek namun juga mendapatkan sertifikasi Fasel tingkat
Utama, merasakan nuansa tertentu tiap melaksanakan kegiatan “outbound” di
tempat-tempat yang baru. Tak sekedar ngurusin
program, tetapi tanpa tersadari, benak ini akan mengalkulasi seberapa asyik
tempat tersebut menjadi lokasi outbound. Ya, apalagi saya juga beberapa kali
terlibat merencanakan dan mewujudkan berbagai lokasi outbound (dengan hasil
sebagian mati suri, dan separuhnya masih jalan); kepenasaranan untuk
membandingkan efektivitas lokasi outbound selalu merunyak. Nah, pengalaman
itulah yang ingin saya bagikan dalam catatan ini, yaitu mengenai bagaimana sih merancang lokasi outbound yang
efektif, dari kacamata Arsitek sekaligus Outbounder?
Sebelum dilanjutkan, perlu ditegaskan kenapa saya menggunakan frasa
“outbound,” bukan pelatihan luar ruangan, experiential
learning, adventure based learning
program, atau sebutan lainnya untuk merujuk kegiatan “itu.” Bagi saya,
istilah outbound atau experiential learning masih seru untuk terus
diperdebatkan (bagi mereka yang ingin mendebatkannya, tentunya). Outbound dalam
catatan ini mengacu pada kegiatan/ dinamika/ tantangan/ permainan di luar
ruangan, petualangan, penjelajahan alam, perkemahan, diskusi, olahraga, dan
sebagainya. Itulah upaya paling sederhana menjelaskan apa saja contoh aktivitas
fisik dalam outbound; tanpa merujuk pada tujuannya. Apakah kegiatan itu bersifat
rekreatif atau diklaim sebagai program edukasi, experiential learning, atau
bahkan terapi, ya silakan saja.
Karena urusan
perancangan itu adalah domain para perancang atau Arsitek, maka saya akan
mengawalinya dari kacamata arsitektur. Apa itu arsitektur? Arsitektur adalah
seni, ilmu, dan teknologi yang berkaitan dengan perancangan bangunan, dan atau
penciptaan ruang untuk mewadahi kegiatan manusia. Menurut Vitruvius, seorang Arsitek legendaris pada jaman Romawi, yang
bukunya De Architectura menjadi patron ilmu arsitektur; karya
arsitektur yang baik cukup memiliki 3 unsur utama saja,
yaitu: Venustas atau Keindahan/ Estetika, Firmitas atau Kekuatan, dan Utilitas atau Kegunaan/ Fungsi.
Arsitektur dapat dikatakan sebagai hasil karya
manusia yang menyeimbangkan ketiga unsur tersebut, tanpa satu unsur pun yang melebihi unsur lainnya. Cukup simpel, khan?
Prinsip Merancang
Kini kita masuk dalam alur perancangan umum suatu karya arsitektur; yang
sejatinya mirip dengan perancangan program experiential
learning/ outbound. Jika pada proses perancangan outbound diperlukan data
tujuan dan kondisi peserta untuk diolah berprogram di lokasi tertentu, dalam
waktu tertentu pula; maka untuk merancang karya arsitektur juga diperlukan 2
informasi/ data dasar, yaitu seperti apa eksisting/ lokasi atau tempat yang
akan dirancang, dan apa fungsi/ aktivitas yang akan dilakoni di sana. Nah, dalam konteks pembuatan lokasi
outbound sebagai sebuah usaha/ bisnis, maka tinjauan tentang nilai investasi (di
dalamnya termasuk pengelolaannya) juga perlu dipertimbangkan. Hasil olahan 3
hal tadi akan menghasilkan suatu disain; yang biasanya dituangkan dalam sebuah
gambar, maket, dan atau animasi visual; ya sesederhana itu alurnya. Namun dalam
praktiknya, ditambah dengan pemenuhan tuntutan 3 pilar arsitektur yaitu fungsi,
kekuatan, dan estetika, maka lengkaplah sudah ekspektasi perancangan lokasi
outbound tersebut. Tinggal kini sang Arsitek yang pening mengolah semua hal
tadi menjadi suatu disain yang ciamik; ilmu mengolah yang lebih cocok disebut
sebagai seni merancang.
“Sekedar” membuat lokasi outbound, adalah hal yang mudah bagi mereka
yang punya modal/ pendanaan. Namun urusan melanggengkannya sehingga tetap
menjadi lokasi outbound favorit outbounder, itu adalah hal yang berbeda. Hal
merancang dan membangun lebih didominasi oleh kompetensi Arsitek dan Kontraktornya,
namun hal “kelangsungan hidup” lebih pada domain pengelolaannya. Saya punya
beberapa pengalaman menarik betapa pengelolaan sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan lokasi outbound; salah duanya seperti ini.
Saya pernah merancang dan membangunkan lokasi outbound seluas sekitar 3
hektar di lokasi milik negara yang awalnya adalah semak belukar. Karena ada
itikad dari “penguasa” lokasi, terutama dalam hal pendanaan, maka dalam waktu
singkat terbangunlah sebuah lokasi outbound yang dilengkapi dengan instalasi high rope, flying fox, kolam, camping ground, arena penjelajahan,
lapangan, dan beberapa instalasi permainan terpasang. Awalnya lokasi tersebut
ramai digunakan, karena petinggi lembaga memang mendukung program outbound
tersebut, dengan mengerahkan stafnya untuk aktif menjadi instruktur. Namun
seiring beberapa kali pergantian kepala di lembaga tersebut, maka sistem pengelolaan
arena outbound tersebut juga bergeser. 3 tahun setelah peresmian, sekarang yang
teramati di sana adalah kesepian, dedaunan kering beterbangan kemari kesana,
instalasi high rope entah kemana, serta beberapa instalasi permainan terlepas
atau rusak bagai baru saja dimainkan oleh raksasa, dan pendopo pertemuannya pun
diseraki aneka perlengkapan outbound yang sebagian sudah rusak. Bisa dipastikan
bahwa tempat itu sudah sangat jarang digunakan. Tragis memang.
Kisah kedua. Seumumnya hutan pinus bertinggi belasan meter yang dijadikan
lokasi outbound, itu adalah kondisi ideal yang diidamkan para outbounder untuk
berkegiatan. Hutan itu menjadi tempat wisata yang berada di tengah kota besar
dengan pencapaian yang sangat mudah, mestinya menjadi magnet yang sangat
mendukung untuk menarik wisatawan. Namun anomali terjadi di tempat yang indah
dan asri tersebut. Sepengamatan saya, beberapa provider outbound sudah silih
berganti menangani outbound sampai memasang berbagai instalasi permainan di
sana, termasuk high rope dan flying fox. Namun faktanya, lokasi
tersebut justru tidak menjadi pilihan utama untuk outbound. Berdasarkan
perbincangan dengan beberapa teman yang pernah terlibat di sana, hutan yang dikelola negara tersebut
menerapkan pengelolaan yang ribet bagi investor yang ingin mengembangkannya
sebagai lokasi outbound. Apa yang kini terjadi di sana? Instalasi yang dulu
ramai untuk outbound saat pertama dipasang, kini terbengkalai dan malah
membahayakan jika digunakan tanpa perbaikan; sayang memang.
Itu tadi 2 contoh ribetnya pengembangan lokasi outbound yang berafiliasi
pada instansi milik negara/ pemerintah. Namun jangan khawatir, masih banyak
juga lokasi outbound yang bisa berkembang walau berada di lokasi milik negara;
salah satu kunci keberhasilannya adalah metode (kerjasama) pengelolaannya. Lalu
apakah lokasi outbound yang dikembangkan oleh individu/ swasta pasti berhasil? ternyata
tidak selalu juga. Perjalanan saya ke puluhan lokasi outbound, baik di Jawa
maupun Sumatera menegaskan hal itu. Ada sebagian yang masih berjaya, tetapi ada
pula yang tinggal artefak atau bekas-bekasnya saja. Penyebabnya tentu
bermacam-macam, namun sayangnya tidak akan kita bahas dalam catatan ini, itu
nanti di catatan yang lain saja. Saya hanya mau menegaskan, bahwa hal penting
untuk melanggengkan hasil pembangunan lokasi outbound adalah pengelolaan; itu
saja sih.
pertemuan kelompok besar |
Kebetulan saat ini ada 1 lokasi outbound yang sedang saya kelola, dan 2
lokasi lain yang sedang saya rancang sebagai tempat outbound. Bagaimana sih
sebenarnya teknik merancang lokasi outbound? Berdasarkan pengalaman belasan
tahun sebagai Arsitek dan juga Fasilitator Outbound, maka yang lalu terpikir di
kepala adalah proses, eh, seni
merancang yang melibatkan 3 hal utama, yaitu:
- Kondisi lokasi/ bentang alam yang akan dikembangkan,
- Jenis aktivitas/ dinamika yang (biasa dilakukan dan) bisa di lakukan di lokasi tersebut,
- Berbagai skema investasi & pengelolaan lokasi.
Banyak hal yang
bisa diuraikan dari 3 hal tersebut; dalam hal ini Arsitek, pemilik lokasi/
pemodal, dan pegiat outbound yang memahami seluk beluk kegiatan outbound perlu
duduk bersama guna menyamakan persepsi tentang aktivitas outbound yang akan
dibuatkan tempatnya. Semua informasi,
data, dan idealisme tentunya tak bisa berdiri sendiri-sendiri, namun
berkelindan saling memengaruhi proses perancangan yang diupayakan memenuhi
kaidah:
- Utilitas/ kegunaan/ fungsi; artinya bisa mewadahi aktivitas yang sesuai dengan segala unsur penunjangnya,
- Firmitas/ kekuatan; artinya lokasi tersebut harus kuat dan aman untuk digunakan, baik secara struktur bangunan, maupun bentang alamnya.
- Venustas/ keindahan/ estetika; artinya kompleks outbound tersebut perlu tampil indah, menawan enak dilihat dan dirasa.
Dalam catatan
ini, kita hanya akan membahas beberapa hal yang prinsip saja, sedangkan
pengembangannya bisa fleksibel disesuaikan dengan kondisi setempat. Nah, berikut ini adalah prinsip-prinsip
perancangan lokasi outbound.
Batasan Rancangan
Tidak semua
keinginan atau idealisme pemilik/ pengelola bisa sekaligus ditampung dalam
suatu lokasi. Pastikan bahwa ekspektasi rancangan memang sudah kontekstual.
Sebagai contoh nih, pada lahan seluas
1 hektar (saja) akan dibuat fasilitas outbound yang bisa menampung sampai 500
orang untuk outbound, bisa berkemah, ada ruang aula, serta 1 kolam untuk permainan
kano. Wajarkah? tunggu, jika ditelisik, apa ya mungkin dalam lahan misalnya 100
x 100 meter persegi (itu = 1 hektar) bisa mewadahi aktivitas yang dicontohkan
tadi? Lha untuk parkir seandainya
separuh pengunjung bawa mobil saja sudah kewalahan.
Ya, baik Arsitek maupun pemilik perlu realistis dan
menetapkan batasan akan sejauh apa apa lokasi tersebut mau dibangun? Tentu ada
analisis awal kenapa sang investor berkehendak membangun lokasi outbound di
tempat tersebut.
Analisis Tapak dan Zoning
Analisis tapak
adalah proses mengaji kondisi tapak yang akan memengaruhi karakter aktivitas di
lokasi tersebut guna menentukan zoning/ tata ruang atau bentuk bangunan. Apa yang dianalisis? macam-macam, misalnya:
kondisi tanah, pencapaian ke lokasi, ketersediaan sumber air bersih, jenis
tanaman yang ada dan bisa tumbuh, kemiringan lahan, dan orientasi terhadap
sinar matahari. Sebagai contoh, ketika kita akan membuat lapangan bola voli,
disain yang keliru adalah membuat lapangan membujur pada sisi timur dan barat,
kenapa? Karena jika lapangan tersebut digunakan saat pagi atau sore hari, maka
ada kondisi taknyaman ketika suatu tim terpapar langsung silau matahari saat
bermain. Nah, sepele, tapi bisa
menyebalkan khan?
Analisis tapak
juga bisa digunakan untuk memaksimalkan bentang alam yang ada untuk menunjang
fungsi lokasi. Jika memungkinkan, saya akan membagi zoning lokasi outbound
menjadi 4 bagian, yaitu: darat, air, udara, dan dalam ruang. Apa maksudnya?
Zona Darat
Zona “darat”
digunakan untuk sebagian besar basis permainan dan area pertemuan, baik
kelompok besar maupun kecil. Beberapa kondisi yang mendukung misalnya:
- Secara umum sebaiknya tanah berrumput, terutama di lapangan dan lokasi perkemahan/ pertendaan.
- Pada beberapa titik dinamika, perlu mendapat perlindungan pohon-pohon besar, supaya ketika berkegiatan pada siang hari, terik sinar matahari bisa tertahan.
- Daratan direkayasa sedemikian rupa sehingga tidak menggenangkan air hujan, apalagi berpotensi menjadi becek pada titik-titik permainan.
Zona Air
Perairan
merupakan area yang bisa digunakan sebagai lokasi dinamika, juga menjadi sumber
air untuk dinamika di darat. Unsur air
sungguh sangat membantu proses outbound,
mengapa? karena
- Bermain di atau dengan air berpotensi membuat basah seseorang. Basah adalah kondisi yang tidak biasa dialami seseorang, kondisi luar biasa biasanya selalu dikenang seseorang. Ketika kita memberikan nilai-nilai tertentu ketika seseorang sedang mengalami kondisi luar biasa, yakinlah nilai-nilai tersebut lebih terinternalisasi.
- Bermain di atau dengan air mempunyai resiko basah sampai tenggelam, maka seseorang akan berusaha maksimal untuk menyelesaikan dinamika supaya tidak menanggung resiko tersebut. Usaha maksimal adalah sesuatu yang bagus dalam sebuah proses. Keberhasilan dalam dinamika yang berhubungan dengan air juga bisa membawa kebanggaan tersendiri bagi seseorang.
- Kebersamaan suatu kelompok ketika dalam kondisi basah atau berjuang di perairan akan lebih terasa. Dalam banyak hal, kebersamaan dan kekompakan berperan penting dalam mengembangkan kualitas seseorang/ kelompok.
- Air juga bisa menyegarkan seseorang, terutama ketika sudah melampaui banyak dinamika di darat maupun udara.
Beberapa
kondisi perairan yang menunjang proses outbound
misalnya:
- Ketersediaan kolam yang dapat menjadi lokasi permainan yang bersifat menyeberang (rakit, membuat jembatan, meniti tali, meniti bambu, meluncur)
- Ketersediaan sumber air yang cukup untuk permainan yang menggunakan air sebagai salah satu unsurnya. Ketika titik permainan tersebut jauh dari kolam, maka baik jika disiapkan sumber pengambilan air di dekat lokasi tersebut.
- Selalu memperhatikan keselamatan semua pihak yang terlibat dalam dinamika di perairan, terutama pada dinamika yang berpotensi menenggelamkan seseorang. Perhatian dapat direalisasikan dengan penyediaan peralatan penyelamat dan tim yang terlatih untuk menyelamatkan korban.
serunya main di atas air |
wow wow wow... |
Zona Udara
Pengertian zona udara adalah area dinamika/ permainan
yang berada di ketinggian. Aktivitas low
rope dan high rope masuk dalam
zona ini. Dinamika yang dilaksanakan pada area udara identik dengan tantangan
yang mencekam, karena secara psikologis seseorang menjadi berdebar-debar atau
berhati-hati ketika keluar dari zona nyamannya memijak tanah. Area outbound di
udara dapat dibuat di atas daratan, perairan, maupun kombinasinya dengan
rekayasa pada misalnya:
- Secara alami, memanfaatkan kondisi alam yang ada, misalnya membuat instalasi antara 2 buah bukit/ tebing, atau antara suatu tebing dengan daratan. Hal yang cukup lazim dilakukan adalah memanfaatkan kekokohan dan ketinggian pohon-pohon besar.
- Secara buatan, kita bisa membuat bangunan atau tiang menara yang digunakan sebagai platform instalasi high rope.
Zona Dalam Ruang
Lokasi di dalam ruang bisa kita gunakan sebagai area pertemuan,
misalnya pada acara pembukaan, pengantar, makan, diskusi, refleksi, serta penutupan.
Kebutuhan ruang dalam juga diperlukan jika pada saat pelaksanaan kegiatan
dinamika luar ruang terjadi hujan lebat yang berpotensi menggagalkan dinamika.
Tidak semua dinamika memang bisa dipindahkan di dalam ruang, namun keberadaan
ruang dalam bisa memberi inspirasi pada fasilitator untuk melakukan penyesuaian
proses.
Ruang dalam yang baik dapat direkayasa sehingga:
- Bisa menampung minimal 30 orang untuk melakukan aktivitas dinamika dalam ruang, minimal untuk kegiatan diskusi atau pengarahan.
- Bisa bersifat bangunan berdinding penuh, maupun hanya separuh, atau bahkan tanpa dinding penutup. Silahkan pertimbangkan faktor keamanan, penggunaan listrik untuk penerangan, gangguan binatang, dan biaya pemeliharaan, sebelum memutuskan jenis dindingnya.
- Memenuhi beberapa aspek arsitektural standar yang menunjang kenyamanan pengguna, misal : gangguan terhadap suara air hujan yang menimpa atap, terpaan air hujan, terpaan angin, kesejukan ruang, dan kelembaban yang cukup.
- Mendapat sumber listrik untuk kepentingan penerangan di malam hari, tata suara, presentasi menggunakan LCD/ slide proyektor.
Berbagai zona permainan atau aktivitas utama outbound
tadi tentu akan ditata bersamaan dengan zona lain dalam lokasi outbound,
misalnya zona pelayanan (kantor pengelola, kamar mandi umum, gudang, dapur, dan
sebagainya), zona penginapan (villa/ kamar tidur, camping ground), jalur
sirkulasi (parkir jalan masuk, jalan penghubung), dan zona pendukung (kolam
hias, taman, gazebo). Kecerdikan Arsitek akan membuat zoning lokasi outbound
terpetakan dengan efektif. Zona yang baik akan memudahkan peletakan dan
sirkulasi antar sarana dan fasilitas yang akan dibangun di atasnya. Akan sangat
bijaksana juga bila tiap aktivitas di suatu ruang/ bangunan sudah dipikirkan
jalur evakuasinya jika terjadi kondisi darurat.
Aktivitas gathering dalam suatu ruang semiterbuka |
Tema/ Konsep
Ketika unsur fungsi sudah terpenuhi, bisa saja kita
menentukan tema atau konsep tertentu dalam keseluruhan atau bagian-bagian
lokasi outbound. Tema atau konsep, paling gampang dicerminkan dalam bentuk,
ornamen, warna, dan pilihan material bangunan serta landcape. Semisal kita
ingin mengusung tema “alami,” maka nuansa kayu, pohon, perdu, batu alam, batu
bata ekspose, dan bambu bisa menjadi pilihan dominan dalam sentuhan berbagai
fasilitas di lokasi outbound tersebut. Apakah lokasi outbound harus punya tema
tertentu? tidak juga, sih. Tema lebih
pada kreativitas perancangnya dalam membuat lokasi yang fungsional lebih punya
nuansa tertentu saja. Harapannya, pengejawantahan tema/ konsep yang menarik
atau unik justru meningkatkan nilai jual lokasi outbound tersebut.
Fleksibilitas Pemanfaatan
Akan baik jika
lokasi outbound dapat dimanfaatkan untuk berbagai jenis acara secara fleksibel,
termasuk untuk menampung lebih dari dua grup outbound secara bersamaan. Fleksibilitas
akan membuat lokasi lebih dilirik pengguna karena bisa menampung beberapa
fungsi, misalnya untuk:
- Outbound, entah yang sifatnya rekreatif atau edukatif,
- Berkemah dan berbagai aktivitas pendukungnya,
- Pertemuan-pertemuan yang menggunakan aula/ pendopo/ ruang setengah terbuka,
- Menginap dalam rangka sebuah kegiatan, misal pelatihan atau rapat kerja.
Pondok/ saung/ pendopo yang sangat menunjang keberadaan lokasi outbound; bisa untuk makan atau diskusi. |
Ya, makin
banyak pilihan atau variasi kegiatan yang bisa dilakukan di suatu tempat, tentu
makin memberi keleluasaan dan kreativitas bagi eksekusi beragam kegiatan
outbound atau sejenisnya.
Sebenarnya bahasan tentang bagaimana merancang suatu
lokasi outbound akan lebih seru dan menarik ketika sudah berhadapan langsung
dengan lokasi yang akan dikembangkan. Tiap lokasi punya karakter dan keunikan
tersendiri yang bisa dieksploitasi demi kemanfaatan kegiatan outbound. Arsitek,
pemilik/ investor, dan fasilitator outbound perlu duduk bersama untuk
menentukan batasan sekaligus eksplorasi kreativitas kegiatan yang diwadahi
dalam ruang dan bangunan secara pas, supaya pas pula dalam hal investasinya.
Pembagian peran dan wewenang tiap pihak perlu disepakati dari awal sehingga
proses perencanaan dan pembangunan bisa berlangsung mulus.
Selamat
merancang lokasi outbound yang asyik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar